Rabu, 30 Maret 2022

Menebar Kasih Berbagi Cahaya di SMP Negeri 2 Sidemen

Guru Menyapa Siswa Bahagia

Tahun ini sekolah saya menginjak usia ke-30 sejak berdirinya. Jika ditelusuri angka tersebut terdiri dari 3 dan 0. Saya memaknainya dengan tiga tempat untuk memulai, dari brain, hati, dan kaki (langkah). Makna 30 menurut Feng Shui adalah optimis dalam menentukan pilihan yang  lebih baik untuk masa depan. 

Mengawali dari brain (pikiran yang tulus), momentum 30 bagi saya adalah unik. Saya optimis memfasilitasi siswa memahami setiap potensinya sebagai aset utama.  Mencapai visi "Menyelenggarakan sekolah aman dan nyaman mewujudkan pelajar pancasila" akan indah seirama dengan kolaborasi apik stakeholder Spendasi, sekolah kami. 


Senin, 28 Maret 2022, saya mengisi dengan langkah awal. Langkah sederhana tak harus mewah. Menuntun siswa saya dengan melaksanakan giat pagi hari adalah bagian dari "Guru menyapa".  Berkolaborasi dengan waka kesiswaan, ibu Ni Luh Putu Sri Wahyuningsih dan pembina osis, bapak Komang Gede Hadi Purnama, saya memantik anak-anak untuk fokus pada belajar mendengar yang efektif dan berbicara yang positif. 

Tujuannya sederhana, apapun kegiatannya muaranya adalah anak-anak didik. Saya belajar memberikan mereka ruang untuk mengembangkan potensinya. 

Tema yang saya sampaikan adalah "Menebar Kasih Berbagi Cahaya".

Hari ini sepuluh menit yang berharga bagi kami. Satu murid saya, Slamet yang tergolong sering mendapat teguran dari guru, mengangkat tangan dan bersedia maju. Slamet bercerita hal baik yang telah dilakukannya dalam sepekan ini dalam mempersiapkan hari Saraswati. Slamet menyadari bahwa dia sering membuat gurunya kewalahan mengaturnya. Melalui kesempatan ini Slamet  berterimakasih dan meminta maaf untuk lebih baik kedepannya. Harapan kami Slamet mulai berbenah dan manis berperilaku.

Kemudian murid saya, Lanang bercerita tentang keanekaragaman budaya Bali. Lanang adalah wakil ketua osis. Nah, ini salah satu murid yang rupanya berbakat dalam orasi. Saya akhirnya mengetahui potensinya. Luar biasa pembawaannya di depan berinteraksi dengan temannya.

"Bagaimana perasaan kalian?"

Saya menanyakan hal tersebut ketika mereka selesai bercerita. 

"Lega bu, saya keluar keringat dingin" Begitu anak didik saya menjawab.




Bagi saya berani berbicara di depan umum merupakan salah satu cara membiasakan keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis. Hal itu juga salah satu metode menerapkan kompetensi sosial emosional (KSE). 

Begitupun juga guru wajib mempelajari seni-seni menuntun setiap potensi yang dimiliki siswa. 

"Gajah tidak mungkin dipaksakan terbang, ikan tidak mungkin memanjat,  begitupun burung tidak mungkin dipaksakan berlari". Mereka memiliki keunikannya masing-masing.

Kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta. Tak ada satupun program yang nyaris sempurna. Bagi saya OPTIMIS di 3 0 adalah langkah awal untuk guru, siswa, keluarga, dan masyarakat bergerak dan tergerakkan. 








Pemantik dari saya 

Berani mengajar?? Harus berani belajar!

3 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.