Kamis, 03 Desember 2020

Merdeka Belajar Berlandaskan Tri Hita Karana

DEBAR TIKAR
MEWUJUDKAN NENG-NING-NUNG-NANG

Artikel 

Oleh:
Nyoman Sri Darmayanti, S.Pd
Calon Guru Penggerak Kabupaten Karangasem
Guru di SMP Negeri Satap Sangkan Gunung



1.1 LATAR BELAKANG

Guna mencapai visi murid merdeka, sekolah mengupayakan metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Salah satu pesan Ki Hadjar Dewantara adalah Neng-Ning-Nung-Nang mengenai sikap dan perilaku manusia. Neng kependekan dari Meneng yang berarti diam dan tenang dengan perhatian untuk mendengar secara aktif, Ning kependekan dari Wening yang berarti jernih di hati dan pikiran, Nung kependekan dari Hanung yang berarti kebesaran hati dan jiwa. Nang yang berati Menang atau wewenang baik secara batiniah maupun lahiriah.

Gagasan Ki Hajar Dewantara dalam implementasinya disekolah, yakni pendidik hendaknya menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung).  Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri.  Untuk mewujudkan merdeka belajar, guru dapat berinovasi dengan mengintegrasikan budaya masyarakat Bali yang dikenal dengan Tri Hita Karana.

Masyarakat Bali memegang teguh konsep Tri Hita Karana dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri Hita Karana terdiri dari: Parahyangan yaitu hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya, dan Palemahan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merancang aksi nyata berjudul “Debar Tikar Mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang”, dimana Debar Tikar merupakan kepanjangan dari merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana.

Adapun tujuan dari pelaksanaan merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana, yaitu (1) Mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered), (2) menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) melalui konsep Tri Hita Karana dalam pembentukan karakter peserta didik, (3) Terjalinnya hubungan erat antara pendidik dan peserta didik dalam mengkomunikasikan keinginan belajar, (4) Peserta didik lebih kreativas mencipta karya berdasarkan potensi yang dimilikinya.


1.2 DESKRIPSI AKSI NYATA

        Guna mewujudkan merdeka belajar yang berpihak pada murid di Kelas VII SMP Negeri Satap Sangkan Gunung, hal pertama yang penulis lakukan adalah membuat analisis diagnosis nonkognitif awal tentang pembelajaran menyenangkan yang diharapkan anak di dalam pembelajaran. Berdasarkan analisis nokognitif tersebut, dengan memperhatikan jawaban-jawaban terkait gaya belajar menyenangkan yang diharapkan peserta didik, pembelajaran dirancang menggunakan sintaks model Project Based Learning (PJBL) dengan mengintegrasikan sains lokal Bali pada tahap apersepsi dan penguatan konsep dengan memberikan contoh situasi dunia nyata peserta didik (konsep kenal lebih sayang).

        Upaya membiasakan karakter positif bagi anak-anak sekalipun dalam situasi belajar dari rumah dilakukan dengan jurnal kebaikan berlandaskan Tri Hita Karana. Berhubung situasi Pandemi saat ini, pemberian instruksi, pengumpulan jurnal, serta pemberian feedback dilakukan berbantuan platform Google Classroom. Anak-anak akan mengumpulkan jurnal yang divalidasi orang tua sebagai mitra penting sekolah dalam membangun karakater positif anak. Pengumpulan jurnal ini disertai tiga foto aktivitas positif berkaitan dengan kegiatan Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Tentunya harus sinkron dengan apa yang tertulis di jurnal. Penulisan dilakukan dalam satu minggu. Sinergi antara wali kelas dan orang tua untuk mengecek jurnal anak setiap harinya sangat berperan dari suksesnya program edukasi ini. Peserta didik kelas VII saat memasuki Tahun Pelajaran 2020/2021 ini belum mengenal tentang Jurnal Kebaikan, maka disiapkan sesi khusus pada sesi vicon. dan selanjutnya diberikan instruksi awal juga pada Google Classroom.

        Proses mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan (neng) dilakukan dengan mengajak peserta didik belajar sambil bermain melalui games online dengan quizizz, TTS dan tebak-tebakkan gambar (cucoklogi). Produk kreativitas yang dikumpulkan sebagai tugas proyek disesuaikan dengan daya dukung dari peserta didik tanpa memaksa terkait bahan dan bentuknya. Kesepakatan dalam hal proses dan jadwal pengumpulan dilakukan di awal pembelajaran. Pendidik juga berkomunikasi dengan orang tua melalui komentar pada jurnal kebaikan yang dibuat dalam bentuk buku. Diskusi dilakukan melalui media WA, Platform Zoom untuk vicon, LMS Google Clasroom, dan Blog Pribadi Guru.

 

1.3 HASIL AKSI NYATA

Hasil yang diperoleh dari aksi nyata “Debar Tikar mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang” dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Guru mengembangkan inovasi pembelajaran yang berpihak pada murid (student centered). Sebagai tujuan merdeka belajar guru menelaah respon dari diagnosis non-kognitif awal pada google form. Peserta didik menyatakan tidak suka jika diberi tugas-tugas yang hanya menjawab soal terus. Hal tersebut menimbuklan kebosanan. Beranjak dari hal tersebut, keberpihakan yang dimaksud adalah mengubah instruksi menjadi kesepakatan-kesepakatan berdasarkan gaya belajar yang diinginkan peserta didik. Penekanan merdeka belajar pada kesanggupan menyelesaikan tugas proyek atas keinginan anak, kesanggupan untuk melibatkan orang tua sebagai sumber belajar dirumah, inovasi karya berdasarkan potensi yang dimiliki, dan kebebasan berpendapat saat mempresentasikan hasil karya dalam vicon.

2.  Respon siswa terkait usaha guru menciptakan kesenangan (neng) melalui games IPA sangatlah positif. Peserta didik sangat antusias mengikuti tournament quizizz dimana games dilakukan secara online. Mereka tertantang untuk belajar materi terlebih dahulu sebelum melakukan tournament. Kemudian TTS asik dan games mencocokkan gambar yang penulis buat sendiri membuat peserta didik mendapatkan ketenangan (nang) bahwa pembelajaran IPA tidak menakutkan walupun banyak rumus dan hitungan-hitungan.

3.  Kolaborasi antara guru dan orang tua terlihat dalam wawancara terkait pengeluaran bulanan pembayaran rekening air/listrik. Orang tua dilibatkan sebagai sumber informasi yang dimintai pendapatnya tentang cara mengoptimalkan penggunaan energy di rumah, pelestarian “Taru”. Peran guru dan orang tua memang mendasar dalam mendukung proses anak belajar di rumah. Keduanya mesti membangun kolaborasi demi memaksimalkan kegiatan belajar anak. Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan belajar daring tersebut. Sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam menemani anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah akan bermanfaat dan bermakna.

4. Menanamkan pendidikan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila berdasarkan konsep budaya Bali, yaitu Tri Hita Karana. Hal ini terlihat dari jurnal kebaikan yang dilakukan sehari-hari dimana pelibatan orang tua juga dilakukan ketika mengomentari kegiatan anaknya. Hal baik yang dilakukan seperti melakukan persembahyangan (Parahyangan), membantu orang tua di rumah seperti menyapu, menyetrika dll (pawongan), dan membersihkan lingkungan (Pawongan). Hal tersebut menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) bagi peserta didik dalam menanamkan budhi dan pekerti. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidik wajib menuntun lakunya peserta didik, yang meliputi budhi dan pekerti.

5.  Penerapan model PJBL disisipkan dengan pemberian materi secara kontekstual sesuai kehidupan nyata di Bali. Seperti konsep kearifan lokal perayaan Nyepi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menciptakan keheningan (ning), perubahan energi yang terjadi pada rindik, gong, obor dan konsep subak sebagai upaya pengoptimalan energi air dalam sistem pengairan di Bali menciptakan renungan (nung) dalam upaya melestarikan budaya local Bali sebagai kodrat alam (budaya tempatnya anak tumbuh)

 

1.4   REFLEKSI AKSI NYATA

Hal baik yang di dapat dari aksi nyata merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana tersebut adalah perlahan mengubah mind set penulis tentang pola pengajaran guru. Jika awalnya penulis selalu memberikan tugas melalui instruksi sekarang lebih diupayakan memberikan tuntunan tanpa melepaskan. Kesepakatan di awal pembelajaran diperlukan untuk menggali potensi peserta didik. Dari tuntunan tersebut akan tercipta kreativitas peserta didik sesuai potensi yang dimilikinya. Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri. Hal tersebut menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) bagi peserta didik dalam menanamkan budhi dan pekerti.

Kendala yang dialami, yaitu sulitnya menuntun peserta didik dalam kondisi belajar daring. Solusi yang dilakukan, yaitu karena tidak dapat bertatap muka secara langsung, pendidik harus ekstra sabar dalam memberikan tuntunan. Kendala dalam pelaksanaan belajar dari rumah diikhlaskan untuk tujuan menghamba pada murid di tengah pandemi.


1.5  RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG

Kedepannya penulis akan menularkan hal-hal baik yang sudah dilakukan terkait penerapan merdeka belajar kepada rekan-rekan guru di sekolah. Secara berkala pada waktu rapat, seluruh guru diajak untuk melakukan refleksi tentang praktik baiknya mengajar. Sehingga dari refleksi tersebut akan muncul keberhasilan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Keberhasilan yang dialami guru akan menjadi kekuatan bagi sekolah untuk meningkatkan layanannya kepada peserta didik.


1.6  DOKUMENTASI KEGIATAN

Berikut ini merupakan dokumentasi kegiatan pembelajaran IPA melalui Debar Tikar. Klik masing-masing gambar supaya lebih jelas

















12 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.