Portal Pendidikan Rumah Belajar

Merdeka Belajarnya, Rumah Belajar Portalnya, Maju Indonesia.

Kuliah Umum Level 4 Bersama Mas Menteri

Bapak Ibu guru sekalian merupakan cikal dari guru-guru penggerak, guru-guru dengan inisiatif dan semangat tinggi untuk terus berpacu dengan tuntutan zaman.

Kamis, 08 Juni 2023

Belajar Kelas Bintang dari Seni Merawat Bonsai


Sekelumit refleksi diri sebagai penikmat bonsai 


Sumber gambar :

https://www.cekpremi.com/blog/cara-merawat-bonsai/

Setiap insan  menyukai keindahan sebagai bagian dari estetika kehidupannya. Belajar dari Bonsai kita mengenal arti berjuang. Merawat tumbuhan yang mulanya besar menjadi kerdil tidaklah semudah menyuguhkan kopi pahit menjadi  kopi manis. Seni menanam pohon dalam pot  ala bonsai mengajarkan kita menjadi pohon berkelas bintang.

Bonsai di kelas bintang mengajak kita merefleksi diri terkait filosofi dalam kehidupan. “Semakin meningkat secara usia makin matang dan makin berkelas.” Kelas seperti apa yang bisa direfleksikan dari bonsai? Semakin bertambah usia hendaknya kesejukan pikiran dalam mengarungi badai permasalahan dalam kehidupan makin terkompromi. Kebijaksanaan untuk menjadi indah dan sekuat bonsai perlu dicicil untuk dipelajari dalam alur tujuan kehidupan manusia.

Istilah bonsai sendiri berasal dari Jepang yang merupakan seni tradisonal pemeliharaan tanaman dalam sebuah pot dangkal. Tujuannya adalah untuk membuat miniatur dari pohon asli yang besar dan sudah tua di alam bebas. Bonsai dikenal dengan hobi berkelas bintang, menjadi indah dan berharga mensyaratkan kesabaran.

Dalam kontes bonsai juga ada klasifikasinya dan kelas-kelasnya. Ada kelas prospek, kelas regional, kelas madya, kelas utama, dan kelas bintang. Pada masing masing kelas juga ada penilaian best ten dan best in show. Matang adalah syarat sebuah bonsai berkompetisi dalam kelas bintang. Matang yang dimaksud adalah sudah dari segi bentuk sudah menyerupai pohon tua di alamnya tanpa alat bantu lagi yang menempel di pohon tersebut, tanpa kawat tanpa bekas lilitan. Serupa dengan manusia dalam kelas bintang, semua unsur kematangan dalam hidup harus terpenuhi seperti cara berpikir, perkataan dan tingkah laku untuk mencapai tujuan.  


Sabtu, 04 Februari 2023

MENGAPA REFLEKSI ?

Salam dan bahagia Sahabat Sains.


Belajar tentang refleksi merupakan hal yang berkesan bagi saya sebagai guru IPA belakangan ini. Saya mulai belajar jujur dengan diri sendiri. Lebih banyak meluangkan waktu untuk terbuka, berdiskusi dengan anak didik terkait proses yang mereka lalui bersama saya, serta bertanggung jawab atas profesi saya sebagai abdi dari anak didik dengan sepenuh hati.  

Untuk membangun kebiasaan refleksi, perlu diawali dulu dengan pemahaman dan  kesadaran diri akan penting serta manfaat melakukan refleksi.

Apa sebenarnya makna dari refleksi? Apa bedanya dengan evaluasi?

Evaluasi ialah proses menganalisis peristiwa yang terjadi selama kegiatan pembelajaran dan hasil dari kegiatan tersebut. Kegiatan evaluasi diikuti dengan refleksi. Refleksi ialah proses memaknai secara holistik peristiwa yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga para guru mendapatkan informasi bagaimana sebaiknya meningkatkan pembelajaran.

Memaknai secara holistik artinya bukan hanya melihat runutan apa yang terjadi, namun juga mempertimbangkan emosi, rasa, harapan, situasi sekitar, dan lain-lain. 

Proses refleksi dapat dilakukan kapan saja, tanpa perlu meluangkan waktu khusus. Proses Refleksi penting karena proses refleksi diikuti oleh tindak lanjut. Tindak lanjut ialah langkah-langkah konkret agar terjadi perubahan yang lebih baik.

Secara umum, Refleksi berguna untuk: 

  • Membantu lebih produktif
  • Menciptakan pola pikir baru
  • Menemukan solusi dari masalah yang terus-menerus terjadi

Manfaat refleksi bagi pengembangan diri pendidik:  

  • Proses refleksi merupakan langkah pengembangan diri yang mendasar bagi profesionalitas pendidik. Proses refleksi akan membantu pendidik mempertahankan rasa ingin tahu dalam kegiatan belajar pribadi, dan mengembangkan kebiasaan inkuiri yang mendorong perubahan diri dan perbaikan terus-menerus dalam praktek mengajar.
  • Saat pendidik beradaptasi dengan kurikulum baru dan strategi pembelajaran baru, proses refleksi dapat membantu pendidik dalam proses penyesuaian pola pikir. Dengan demikian, pendidik mampu menjalankan proses analisa secara kritis terhadap informasi baru yang diperoleh dan efektivitas penerapannya dalam pembelajaran, sehingga tingkat pemahaman pun akan lebih berkembang. 
  • Proses refleksi yang telah dilakukan tentunya akan menampilkan keberhasilan maupun kegagalan pendidik. Kegagalan tentunya penting dan berguna agar pendidik lebih banyak belajar dan mencari tahu strategi lain yang lebih efektif dengan membaca ataupun melakukan eksperimen. Begitupun dengan keberhasilan, strategi yang telah digunakan belum tentu dapat diulang dan menghasilkan kesuksesan yang sama.
  • Dalam proses refleksi, pendidik dapat mengevaluasi proses pembelajaran, menentukan bagian yang perlu dipertahankan, dikembangkan, atau perlu dimodifikasi hingga pendidik memiliki wawasan yang lebih luas dan pertimbangan yang lebih matang.
Manfaat refleksi bagi peningkatan kualitas pembelajaran:  
  • Proses refleksi akan mendorong pendidik untuk berlatih berpikir kritis tentang hasil rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Selanjutnya, pendidik dapat mengupayakan berbagai solusi kreatif untuk mengatasi hambatan dan menemukan cara-cara inovatif untuk memperbaiki keterampilan mengajar. Dalam proses refleksi, pendidik dapat mengevaluasi proses pembelajaran, menentukan bagian yang perlu dipertahankan, dikembangkan, atau perlu dimodifikasi hingga pendidik memiliki wawasan yang lebih luas dan pertimbangan yang lebih matang. Data yang diperoleh dari proses refleksi terhadap kegiatan pembelajaran akan membantu pendidik untuk membuat keputusan tentang rencana kegiatan pembelajaran di masa mendatang dan pendampingan khusus yang mungkin perlu untuk dilakukan pada siswa-siswa tertentu.
  • Proses refleksi akan menyelaraskan keyakinan seorang pendidik tentang kegiatan belajar dan pengalaman nyata dalam proses belajar mengajar di kelas. Seringkali, pendidik menemukan bahwa ternyata terdapat ketidaksesuaian antara asumsi pendidik dengan kenyataan yang terjadi di dalam kelas. Misalnya, pendidik senior yakin bahwa pendekatan pembelajaran tertentu pada suatu topik akan selalu berhasil untuk meningkatkan pemahaman siswa. Namun dengan proses refleksi diri, pendidik dapat menyadari bahwa selalu ada peluang untuk lebih meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas

    Apakah manfaat refleksi bagi siswa?
Dengan melakukan refleksi maka siswa akan: 
Mengembangkan profil diri siswa yang berhubungan dengan kegiatan refleksi, seperti rasa tanggung jawab, kepemimpinan, empati, kreativitas, daya pikir kritis, dan kreativitas. Dengan demikian, siswa dapat berkembang dalam aspek akademis dan aspek sosial emosional sekaligus. 
Memiliki relasi yang lebih positif dengan pendidik karena dapat berekspresi dan berpendapat tentang suasana maupun sistem belajar yang diminati. Partisipasi siswa dalam proses belajar pun akan meningkat 
Melatih siswa untuk mengembangkan High Order Thinking Skills (HOTS) atau disebut juga sebagai Fungsi Eksekutif sehingga siswa terlatih untuk melakukan evaluasi mandiri pada tujuan belajar pribadi serta memantau perilaku dan sikap dalam belajar. Dengan demikian, kesadaran diri siswa akan meningkat sehingga siswa terlibat aktif dalam keseluruhan proses belajar dan menjadi pemelajar yang mandiri.

Terdapat tiga sikap dasar yang dapat mendukung kita melakukan proses refleksi dalam keseharian, yaitu :

1. Sepenuh Hati

Refleksi dilakukan tanpa paksaan dari pihak manapun dan atas kesadaran sendiri bahwa kegiatan ini membantu kita untuk berkembang

2. Jujur dan Berpikir Terbuka

Proses refleksi yang efektif membutuhkan kejujuran terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan. Selain itu, dibutuhkan juga keterbukaan akan informasi, saran, ataupun pendapat dari orang lain. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan gambaran masalah yang lebih utuh dan mempermudah memikirkan solusi.

3. Rasa Tanggung Jawab

Sebagai pendidik, kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita ajarkan dan dampaknya terhadap peserta didik kita. Rasa tanggung jawab ini harus dimiliki oleh setiap guru dengan begitu akan timbul motivasi untuk selalu belajar dan mengembangkan kemampuan pedagogi.

Menurut Stephen Brookfield, terdapat empat lensa atau perspektif yang dapat kita gunakan dalam berefleksi, yaitu : 

  1. Lensa diri: menggunakan pengalaman pribadi.
  2. Lensa pemelajar: menggunakan perspektif peserta didik (diperoleh melalui: empati, berdialog langsung, melakukan survey, hasil asesmen, dsb).
  3. Lensa rekan sejawat: menggunakan perspektif rekan sejawat (diperoleh melalui diskusi dan berbagi pengalaman secara informal)
  4. Lensa teori atau literatur: menggunakan informasi yang diperoleh melalui buku, jurnal, kelas profesional, pelatihan mandiri di Platform Merdeka Mengajar (PMM), dsb. 

Keempat perspektif ini dapat digunakan untuk berkaca pada diri sendiri dan terus mengembangkan diri sebagai pendidik.

Apakah yang terjadi apabila guru tidak memiliki kebiasaan refleksi?

Proses pembelajaran hanya akan seperti pengguguran kewajiban saja baik pendidik maupun pada siswa. Sesi belajar akan berlangsung tanpa tujuan yang bermakna bagi masing-masing pihak.

Bagaimana cara memulai membiasakan diri melakukan refleksi?

  1. Luangkan waktu, buatlah jadwal rutin refleksi diri dan pastikan Ibu dan Bapak guru tidak terburu-buru dalam menjalani prosesnya 
  2. Pastikan hasil refleksi tercatat dengan baik. Ibu dan Bapak guru bisa menuliskan di dalam jurnal pribadi sebagai pengingat akan proses serta progres refleksi yang telah dilakukan. 
  3. Memiliki rekan bertukar pikiran, dapat memperkaya perspektif kita dalam proses refleksi. Pilihlah teman Ibu dan Bapak guru yang cukup jujur dan kritis dalam mengevaluasi proses pembelajaran yang akan maupun telah dilakukan


Kamis, 01 September 2022

Menavigasi Diri Menuju Well Being Melalui Kepemimpinan Murid (Student Agency)

Sebuah analogi dalam memaknai merdeka berpikir dalam kurikulum merdeka. Seorang pendidik dianalogikan sebagai pemandu dan murid dianalogikan sebagai pendaki gunung. Tugas sebagai pemandu adalah menuntun pendaki untuk mencapai puncak. 

 

Ini ibarat seorang pendidik menuntun murid hingga sampai pada tujuan belajarnya. Pemandu lebih awal mencapai rute terbaik karena sudah lebih awal mengetahui rute yang biasa dijalaninya. Ibarat seorang pendidik merencanakan langkah-langkah pembelajaran terhadap muridnya. Pemandu memilih tempat istirahat sejenak bagi pendaki untuk melihat pemandangan dan rute yang telah dilalui. Ibaratkan seorang guru yang tengah melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. 

Analogi ini sejalan dengan filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,  kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Murid secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal tanpa melupakan kodrat alam dan kodrat zamannya. 



                                                        
Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Melalui rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian mongkonstruksi pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Murid bukanlah kertas kosong, mereka memiliki potensi yang telah dibawanya dari lahir. Murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut. 



Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?

Berkaitan dengan pengambilan keputusan terhadap metode yang diinginkan oleh murid untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, guru sebagai penuntun dalam pembelajaran dapat menganalisis kebutuhan belajar murid dengan melakukan analisis kognitif di awal pembelajaran. caranya dengan :

1. Mengamati perilaku murid
2. Mengidentifikasi pengetahuan awal
3. Meriview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran
4. Coaching terkait potensi
5. Membaca raport murid dari kelas sebelumnya
6. Menggunakan survei

Berikut contoh hasil analisis diagnosis di awal pembelajaran terhadap kesiapan belajar murid dan minat murid mempelajari materi pengukuran murid berdasarkan gaya belajarnya.

Sumber : Dokumen Pribadi

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.  Peran guru adalah mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai kodrat, konteks, dan kebutuhannya. Guru membiasakan mengurangi kontrol terhadap mereka. 

Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”.  Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui  tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”  ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.

Konsep kepemimpinan murid  sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak  secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.

Sumber Pustaka : OECD (2021), 21st-Century Readers: Developing Literacy Skills in a Digital World. PISA. OECD Publishing. Paris. Diakses pada https://doi.org/10.1787/a83d84cb-en. Tanggal 12 Agustus 2022 


Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid

Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka

Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. 

Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid?  

Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1.     Suara Murid (voice) 

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.  Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “suara  murid”:

  1. Membangun budaya saling mendengarkan.
  2. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
  3. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
  4. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
  5. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  6. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
  7. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
  8. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
  9. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.
  10. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
  11. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
  12. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
  13. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk  bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
  14. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.

2. Pilihan Murid (Choice) 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016)  dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid  kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.  Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016).   Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka?  Ada banyak cara yang dapat dilakukan.  Berikut ini adalah beberapa contoh  bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
  4. Memberikan murid  kesempatan untuk memilih kelompok.
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola  pengaturan kegiatan.
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting,  untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
  9. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
  10. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
  11. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
  12. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.


 3. Kepemilikan Murid (ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid  berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar.  Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “kepemilikan  murid”:

  • Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
  • Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
  • Merespon umpan balik yang diberikan murid.
  • menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka..
  • Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
  • Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid )
  • Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
  • Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
  • Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
  • Melakukan self assessment
  • Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  • Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru.  Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan.  Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur  Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.

Kamis, 04 Agustus 2022

DOWNLOAD RESUME DIKLAT PENGEMBANGAN TP, ATP, DAN MA

Hai sahabatsains 

Salam bahagia

Kali ini Mbok Nyoman akan berbagi resume kegiatan diklat yang telah dilaksanakan oleh MGMP IPA Kabupaten Karangasem. 



LATAR BELAKANG KEGIATAN
Kurikulum merdeka merupakan satu dari sekian banyak episode perubahan kebijakan yang dilaksanakan oleh Kemendikbudristekdikti. Kurikulum ini merupakan jawaban dari tantangan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan peserta didik yang kompeten secara akademik dan non akademik serta berkarakter/berkepribadian sesuai profil pelajar Pancasila. Kurikulum ini yang sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototype memang sedikit berbeda dengan kurikulum 2013 diantaranya dari struktur kurikulum, capaian pembelajaran, asessmen dan lainnya. Capaian pembelajaran pada kurikulum merdeka bukan lagi per tingkat kelas namun dilaksanakan per fase.Sebagai seorang pendidik, guru harus tanggap pada perubahan kebijakan yg yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum merdeka. Pada bagian intrakurikuluer, perubahan dasar yang harus diketahui guru dalam kurikulum merdeka antara lain perubahan dari KI-KD menjadi capaian pembelajaran (CP), silabus menjadi alur tujuan pembelajaran (ATP) serta RPP yang berubah menjadi Modul Ajar.  Asessmen pada kurikulum merdeka juga mengalami perubahan. Pada kurikulum merdeka asessmen dilaksanakan sebelum dan pada saat pembelajaran dalam bentuk asessmen formatif, serta di akhir pembelajaran dalam bentuk asessmen sumatif. Selain asessmen, Modul Ajar yang menjadi pedoman bagi guru pada saat pembelajaran di kelas juga harus mencantukan pertanyaan pemantik dan pemahaman bermakna pada setiap pertemuan. Selain perubahan pada strukutr intrakurikuler, kurikulum merdeka juga mewajibkan pelaksanaan proyek pengembangan profil pelajar Pancasila. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan peserta didik berkarater sesuai dengan profil pelajar Pancasila antara lain berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, berpikir kritis dan kreatif. Berbagai perubahan tersebut harus dipahami oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, agar guru tidak bingung dalam melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum merdeka. Beranjak dari situasi tersebut, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPA SMP Kabupaten Karangasem berinisiatif melaksanakan diklat pengembangan TP, ATP dan modul ajar berdasarkan capaian pembelajaran IPA pada fase D (SMP kelas VII sd IX). Diklat ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman guru IPA di Kabupaten Karangasem tentang kurikulum merdeka. Selain itu, kegiatan diklat ini juga diharapkan dapat menjadi ajang bagi guru IPA untuk mempersiapkan berbagai kelengkapan administrasi sesuai tuntutan kurikulum merdeka.

RESUME KEGIATAN

A.  Nama Kegiatan

Nama kegiatan : Diklat Pengembangan TP, ATP dan Modul Ajar Berdasarkan CapaianPembelajaran IPA pada Fase D


B. Penyelenggara

Penyelenggara kegiatan ini adalah Musyawarah Guru Mata Pelajaran IPA dengan dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga  Kabupaten Karangasem.

 

C. Waktu dan Tempat

Kegiatan Diklat ini dilaksanakan pada :

Hari / tanggal        :  Kamis, 14 Juli  s/d 18 Juli 2022

 

D. Pola Kegiatan

Pola kegiatan diklat ini dilaksanakan secara luring dengan 32 Jam Pelajaran

 

E. Tujuan

Adapun kegiatan ini bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan pemahaman guru IPA tentang kurikulum merdeka;
  2. Meningkatkan pemahaman guru IPA tentang capaian pembelajaran (CP), tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  3. Meningkatkan kemampuan guru IPA dalam menyusun tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  4. Meningkatkan pemahaman guru IPA tentang proyek pengembangan profil pelajar Pancasila.

 

F.  Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan pada kegiatan ini, peserta diklat memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut:

  • Mampu memahami kurikulum merdeka;
  • Mampu memahami capaian pembelajaran (CP), tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  • Mampu menyusun tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  • Mampu memahami proyek pengembangan profil pelajar Pancasila.

G. Struktur Program

Kegiatan diklat pengembangan TP, ATP dan modul ajar berdasarkan capaian pembelajaran IPA pada fase D ini dilaksanakan secara luring dengan struktur sebagai berikut:




H.  Peserta

Adapun peserta workshop ini adalah perwakilan guru IPA dari seluruh SMP/MTS/Satap Negeri dan swasta di Kabupaten Karangasem utamanya guru kelas VII.

 

I.    Instruktur

Adapun instruktur / pemateri pada kegiatan diseminasi ini adalah sebagai berikut:


J. Dampak Mengikuti Kegiatan

    Adapun dampak dari mengikuti kegiatan diklat  ini sebagai berikut 

  1. Memahami tentang kurikulum merdeka;
  2. Memahami tentang capaian pembelajaran (CP), tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  3. Memahami langkah menyusun tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya;
  4. Memahami tentang proyek pengembangan profil pelajar Pancasila.

K. Tindak Lanjut

      Adapun tindak lanjut dari mengikuti kegiatan ini adalah membuat dokumen capaian pembelajaran (CP), tujuan pembelajaran (TP), alur tujuan pembelajaran (ATP) dan modul ajar (MA) serta asessmennya untuk diterapkan di sekolah 


KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN FILE DALAM BENTUK PDF

cara download: klik DISINI,  Klik Create Link, dan klik Get Link





DOKUMENTASI KEGIATAN





















HASIL PELATIHAN BERUPA MODUL AJAR DAPAT DIUNDUH DISINI