Portal Pendidikan Rumah Belajar

Merdeka Belajarnya, Rumah Belajar Portalnya, Maju Indonesia.

Kuliah Umum Level 4 Bersama Mas Menteri

Bapak Ibu guru sekalian merupakan cikal dari guru-guru penggerak, guru-guru dengan inisiatif dan semangat tinggi untuk terus berpacu dengan tuntutan zaman.

Tampilkan postingan dengan label Guru Penggerak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Guru Penggerak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Februari 2023

MENGAPA REFLEKSI ?

Salam dan bahagia Sahabat Sains.


Belajar tentang refleksi merupakan hal yang berkesan bagi saya sebagai guru IPA belakangan ini. Saya mulai belajar jujur dengan diri sendiri. Lebih banyak meluangkan waktu untuk terbuka, berdiskusi dengan anak didik terkait proses yang mereka lalui bersama saya, serta bertanggung jawab atas profesi saya sebagai abdi dari anak didik dengan sepenuh hati.  

Untuk membangun kebiasaan refleksi, perlu diawali dulu dengan pemahaman dan  kesadaran diri akan penting serta manfaat melakukan refleksi.

Apa sebenarnya makna dari refleksi? Apa bedanya dengan evaluasi?

Evaluasi ialah proses menganalisis peristiwa yang terjadi selama kegiatan pembelajaran dan hasil dari kegiatan tersebut. Kegiatan evaluasi diikuti dengan refleksi. Refleksi ialah proses memaknai secara holistik peristiwa yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga para guru mendapatkan informasi bagaimana sebaiknya meningkatkan pembelajaran.

Memaknai secara holistik artinya bukan hanya melihat runutan apa yang terjadi, namun juga mempertimbangkan emosi, rasa, harapan, situasi sekitar, dan lain-lain. 

Proses refleksi dapat dilakukan kapan saja, tanpa perlu meluangkan waktu khusus. Proses Refleksi penting karena proses refleksi diikuti oleh tindak lanjut. Tindak lanjut ialah langkah-langkah konkret agar terjadi perubahan yang lebih baik.

Secara umum, Refleksi berguna untuk: 

  • Membantu lebih produktif
  • Menciptakan pola pikir baru
  • Menemukan solusi dari masalah yang terus-menerus terjadi

Manfaat refleksi bagi pengembangan diri pendidik:  

  • Proses refleksi merupakan langkah pengembangan diri yang mendasar bagi profesionalitas pendidik. Proses refleksi akan membantu pendidik mempertahankan rasa ingin tahu dalam kegiatan belajar pribadi, dan mengembangkan kebiasaan inkuiri yang mendorong perubahan diri dan perbaikan terus-menerus dalam praktek mengajar.
  • Saat pendidik beradaptasi dengan kurikulum baru dan strategi pembelajaran baru, proses refleksi dapat membantu pendidik dalam proses penyesuaian pola pikir. Dengan demikian, pendidik mampu menjalankan proses analisa secara kritis terhadap informasi baru yang diperoleh dan efektivitas penerapannya dalam pembelajaran, sehingga tingkat pemahaman pun akan lebih berkembang. 
  • Proses refleksi yang telah dilakukan tentunya akan menampilkan keberhasilan maupun kegagalan pendidik. Kegagalan tentunya penting dan berguna agar pendidik lebih banyak belajar dan mencari tahu strategi lain yang lebih efektif dengan membaca ataupun melakukan eksperimen. Begitupun dengan keberhasilan, strategi yang telah digunakan belum tentu dapat diulang dan menghasilkan kesuksesan yang sama.
  • Dalam proses refleksi, pendidik dapat mengevaluasi proses pembelajaran, menentukan bagian yang perlu dipertahankan, dikembangkan, atau perlu dimodifikasi hingga pendidik memiliki wawasan yang lebih luas dan pertimbangan yang lebih matang.
Manfaat refleksi bagi peningkatan kualitas pembelajaran:  
  • Proses refleksi akan mendorong pendidik untuk berlatih berpikir kritis tentang hasil rencana pembelajaran yang telah disiapkan. Selanjutnya, pendidik dapat mengupayakan berbagai solusi kreatif untuk mengatasi hambatan dan menemukan cara-cara inovatif untuk memperbaiki keterampilan mengajar. Dalam proses refleksi, pendidik dapat mengevaluasi proses pembelajaran, menentukan bagian yang perlu dipertahankan, dikembangkan, atau perlu dimodifikasi hingga pendidik memiliki wawasan yang lebih luas dan pertimbangan yang lebih matang. Data yang diperoleh dari proses refleksi terhadap kegiatan pembelajaran akan membantu pendidik untuk membuat keputusan tentang rencana kegiatan pembelajaran di masa mendatang dan pendampingan khusus yang mungkin perlu untuk dilakukan pada siswa-siswa tertentu.
  • Proses refleksi akan menyelaraskan keyakinan seorang pendidik tentang kegiatan belajar dan pengalaman nyata dalam proses belajar mengajar di kelas. Seringkali, pendidik menemukan bahwa ternyata terdapat ketidaksesuaian antara asumsi pendidik dengan kenyataan yang terjadi di dalam kelas. Misalnya, pendidik senior yakin bahwa pendekatan pembelajaran tertentu pada suatu topik akan selalu berhasil untuk meningkatkan pemahaman siswa. Namun dengan proses refleksi diri, pendidik dapat menyadari bahwa selalu ada peluang untuk lebih meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas

    Apakah manfaat refleksi bagi siswa?
Dengan melakukan refleksi maka siswa akan: 
Mengembangkan profil diri siswa yang berhubungan dengan kegiatan refleksi, seperti rasa tanggung jawab, kepemimpinan, empati, kreativitas, daya pikir kritis, dan kreativitas. Dengan demikian, siswa dapat berkembang dalam aspek akademis dan aspek sosial emosional sekaligus. 
Memiliki relasi yang lebih positif dengan pendidik karena dapat berekspresi dan berpendapat tentang suasana maupun sistem belajar yang diminati. Partisipasi siswa dalam proses belajar pun akan meningkat 
Melatih siswa untuk mengembangkan High Order Thinking Skills (HOTS) atau disebut juga sebagai Fungsi Eksekutif sehingga siswa terlatih untuk melakukan evaluasi mandiri pada tujuan belajar pribadi serta memantau perilaku dan sikap dalam belajar. Dengan demikian, kesadaran diri siswa akan meningkat sehingga siswa terlibat aktif dalam keseluruhan proses belajar dan menjadi pemelajar yang mandiri.

Terdapat tiga sikap dasar yang dapat mendukung kita melakukan proses refleksi dalam keseharian, yaitu :

1. Sepenuh Hati

Refleksi dilakukan tanpa paksaan dari pihak manapun dan atas kesadaran sendiri bahwa kegiatan ini membantu kita untuk berkembang

2. Jujur dan Berpikir Terbuka

Proses refleksi yang efektif membutuhkan kejujuran terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan. Selain itu, dibutuhkan juga keterbukaan akan informasi, saran, ataupun pendapat dari orang lain. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan gambaran masalah yang lebih utuh dan mempermudah memikirkan solusi.

3. Rasa Tanggung Jawab

Sebagai pendidik, kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita ajarkan dan dampaknya terhadap peserta didik kita. Rasa tanggung jawab ini harus dimiliki oleh setiap guru dengan begitu akan timbul motivasi untuk selalu belajar dan mengembangkan kemampuan pedagogi.

Menurut Stephen Brookfield, terdapat empat lensa atau perspektif yang dapat kita gunakan dalam berefleksi, yaitu : 

  1. Lensa diri: menggunakan pengalaman pribadi.
  2. Lensa pemelajar: menggunakan perspektif peserta didik (diperoleh melalui: empati, berdialog langsung, melakukan survey, hasil asesmen, dsb).
  3. Lensa rekan sejawat: menggunakan perspektif rekan sejawat (diperoleh melalui diskusi dan berbagi pengalaman secara informal)
  4. Lensa teori atau literatur: menggunakan informasi yang diperoleh melalui buku, jurnal, kelas profesional, pelatihan mandiri di Platform Merdeka Mengajar (PMM), dsb. 

Keempat perspektif ini dapat digunakan untuk berkaca pada diri sendiri dan terus mengembangkan diri sebagai pendidik.

Apakah yang terjadi apabila guru tidak memiliki kebiasaan refleksi?

Proses pembelajaran hanya akan seperti pengguguran kewajiban saja baik pendidik maupun pada siswa. Sesi belajar akan berlangsung tanpa tujuan yang bermakna bagi masing-masing pihak.

Bagaimana cara memulai membiasakan diri melakukan refleksi?

  1. Luangkan waktu, buatlah jadwal rutin refleksi diri dan pastikan Ibu dan Bapak guru tidak terburu-buru dalam menjalani prosesnya 
  2. Pastikan hasil refleksi tercatat dengan baik. Ibu dan Bapak guru bisa menuliskan di dalam jurnal pribadi sebagai pengingat akan proses serta progres refleksi yang telah dilakukan. 
  3. Memiliki rekan bertukar pikiran, dapat memperkaya perspektif kita dalam proses refleksi. Pilihlah teman Ibu dan Bapak guru yang cukup jujur dan kritis dalam mengevaluasi proses pembelajaran yang akan maupun telah dilakukan


Kamis, 01 September 2022

Menavigasi Diri Menuju Well Being Melalui Kepemimpinan Murid (Student Agency)

Sebuah analogi dalam memaknai merdeka berpikir dalam kurikulum merdeka. Seorang pendidik dianalogikan sebagai pemandu dan murid dianalogikan sebagai pendaki gunung. Tugas sebagai pemandu adalah menuntun pendaki untuk mencapai puncak. 

 

Ini ibarat seorang pendidik menuntun murid hingga sampai pada tujuan belajarnya. Pemandu lebih awal mencapai rute terbaik karena sudah lebih awal mengetahui rute yang biasa dijalaninya. Ibarat seorang pendidik merencanakan langkah-langkah pembelajaran terhadap muridnya. Pemandu memilih tempat istirahat sejenak bagi pendaki untuk melihat pemandangan dan rute yang telah dilalui. Ibaratkan seorang guru yang tengah melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. 

Analogi ini sejalan dengan filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid,  kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Murid secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal tanpa melupakan kodrat alam dan kodrat zamannya. 



                                                        
Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Melalui rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian mongkonstruksi pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Murid bukanlah kertas kosong, mereka memiliki potensi yang telah dibawanya dari lahir. Murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut. 



Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?

Berkaitan dengan pengambilan keputusan terhadap metode yang diinginkan oleh murid untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, guru sebagai penuntun dalam pembelajaran dapat menganalisis kebutuhan belajar murid dengan melakukan analisis kognitif di awal pembelajaran. caranya dengan :

1. Mengamati perilaku murid
2. Mengidentifikasi pengetahuan awal
3. Meriview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran
4. Coaching terkait potensi
5. Membaca raport murid dari kelas sebelumnya
6. Menggunakan survei

Berikut contoh hasil analisis diagnosis di awal pembelajaran terhadap kesiapan belajar murid dan minat murid mempelajari materi pengukuran murid berdasarkan gaya belajarnya.

Sumber : Dokumen Pribadi

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.  Peran guru adalah mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai kodrat, konteks, dan kebutuhannya. Guru membiasakan mengurangi kontrol terhadap mereka. 

Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”.  Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui  tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”  ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.

Konsep kepemimpinan murid  sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak  secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.

Sumber Pustaka : OECD (2021), 21st-Century Readers: Developing Literacy Skills in a Digital World. PISA. OECD Publishing. Paris. Diakses pada https://doi.org/10.1787/a83d84cb-en. Tanggal 12 Agustus 2022 


Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid

Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka

Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. 

Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid?  

Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1.     Suara Murid (voice) 

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.  Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “suara  murid”:

  1. Membangun budaya saling mendengarkan.
  2. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
  3. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
  4. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
  5. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
  6. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
  7. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
  8. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
  9. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.
  10. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
  11. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
  12. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
  13. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk  bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
  14. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.

2. Pilihan Murid (Choice) 

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016)  dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid  kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.  Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016).   Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura, 1997). 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka?  Ada banyak cara yang dapat dilakukan.  Berikut ini adalah beberapa contoh  bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

  1. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
  2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
  3. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
  4. Memberikan murid  kesempatan untuk memilih kelompok.
  5. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola  pengaturan kegiatan.
  6. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting,  untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
  7. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
  8. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
  9. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
  10. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
  11. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
  12. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.


 3. Kepemilikan Murid (ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid  berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar.  Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh  mempromosikan “kepemilikan  murid”:

  • Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
  • Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
  • Merespon umpan balik yang diberikan murid.
  • menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran mereka..
  • Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
  • Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid )
  • Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
  • Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
  • Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
  • Melakukan self assessment
  • Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
  • Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru.  Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan.  Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur  Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.

Sabtu, 23 April 2022

Bingkai Kompetisi Sains Terpadu VIII se-Bali MGMP IPA Karangasem

"Veritas Vos Liberabit"

 Kebenaran akan membebaskanmu





Kompetisi Sains Terpadu (KST)  Tingkat SMP se-Bali merupakan perhelatan yang diselenggarakan oleh MGMP IPA SMP Kabupaten Karangasem. Perhelatan ini merupakan program yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya dan menjadi icon pembiasaan literasi sains di Karangasem. 

Mengusung tema "Kompetisi Sains Terpadu VIII Gerakkan Budaya Literasi Sains dalam Bingkai Merdeka Belajar", MGMP IPA SMP Karangasem berkomitmen menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, sistematis, kreatif, dan inovatif  sebagai bekal kehidupan. Melalui KST VIII, MGMP IPA Karangasem dengan dukungan Bupati Karangasem, Kadisdikpora Karangasem, MKKS SMP Karangasem, dan Kordinator Pengawas Sekolah memberikan apresiasi kepada peserta didik yang berprestasi dalam bidang Sains.

KST VIII diikuti oleh 242 peserta dari 51 sekolah di Bali. KST VIII dilaksanakan dalam dua babak, yaitu babak penyisihan dan babak final. Babak penyisihan di Aula Sabha Widya Praja Disdikpora Karangasem tanggal 20 April 2022 diawali dengan pembukaan kegiatan oleh Bapak Bupati Karangasem, I Gede Dana dihadiri oleh Bapak Kadisdikpora Karangasem, ketua MKKS SMP Karangasem, dan Kordinator Pengawas di Karangasem. 

Pembukaan kegiatan  oleh Bupati Karangasem


Penyisihan dilakukan di sekolah masing-masing secara online dengan dipantau menggunakan aplikasi Google Meet. Hasil babak penyisihan mencetak 20 peserta terbaik yang melenggang ke babak final secara luring bertempat di Aula Sabha Widya Praja Disdikpora Karangasem. 

Dokumentasi Peserta KST VIII 


DOWNLOAD DISINI NAMA PESERTA KST VIII

HASIL BABAK PENYISIHAN


DOWNLOAD DISINI HASIL BABAK PENYISIHAN 

Hasil babak final  sebagai berikut 
Juara 1 diraih oleh I Putu Rajendra Pradana Putra dari SMPN 4 Singaraja
Juara 2 diraih oleh I Gede Wahyu Dipta Pariandika dari SMPN 2 Amlapura
Juara 3 diraih oleh Joshua Setia Imanuel dari SMPN 4 Singaraja
Juara harapan 1 diraih oleh Ni Kadek Hepi dari Jelita Meila dari SMPN 2 Amlapura
Juara harapan 2 diraih oleh Ni Made Purnami dari SMPN 1 Amlapura
Juara harapan 3 diraih oleh I Made Reeyza dari SMPN 1 Amlapura



Download DISINI hasil Babak Final

Dokumentasi Kegiatan 




Audiensi dengan Bapak Bupati Karangasem bertempat di kantor Bupati Karangasem


Juara 1, 2, dan 3 KST VIII se-Bali


Penyerahan voucher kepada juara harapan


Juara Harapan 1, 2 dan 3 KST VIII se-Bali



Pelaksanaan penyisihan di Aula Disdikpora

Antusias penyisihan secara online 

Antusias penyisihan secara online  

Antusias penyisihan secara online 

Antusias Penyisihan Secara Online 

Antusias Penyisihan Secara Online

Acara ini juga disupport oleh Wikrama print dan Ganesha Operation Karangasem.  


Sponsor dari Ganesha Operation (GO) Karangasem

kecerian Tim Panitia


Keceriaan Tim Panitia


Keceriaan Panitia

Juara Final KST VIII



Pelaksanaan Final 20 Besar Peserta Terbaik 


Penyerahan Piala Juara


Penutupan KST VIII oleh bapak Kadisdikpora yang diwakili oleh Bapak Kabid SMP


Terimakasih kami ucapkan kepada segenap pihak yang telah membantu kelancaran KST VIII Tingkat SMP se-Bali Tahun 2022. 

Jayalah terus MGMP IPA di hari jadi ke-14 (23 April 2022)

Rabu, 30 Maret 2022

Menebar Kasih Berbagi Cahaya di SMP Negeri 2 Sidemen

Guru Menyapa Siswa Bahagia

Tahun ini sekolah saya menginjak usia ke-30 sejak berdirinya. Jika ditelusuri angka tersebut terdiri dari 3 dan 0. Saya memaknainya dengan tiga tempat untuk memulai, dari brain, hati, dan kaki (langkah). Makna 30 menurut Feng Shui adalah optimis dalam menentukan pilihan yang  lebih baik untuk masa depan. 

Mengawali dari brain (pikiran yang tulus), momentum 30 bagi saya adalah unik. Saya optimis memfasilitasi siswa memahami setiap potensinya sebagai aset utama.  Mencapai visi "Menyelenggarakan sekolah aman dan nyaman mewujudkan pelajar pancasila" akan indah seirama dengan kolaborasi apik stakeholder Spendasi, sekolah kami. 


Senin, 28 Maret 2022, saya mengisi dengan langkah awal. Langkah sederhana tak harus mewah. Menuntun siswa saya dengan melaksanakan giat pagi hari adalah bagian dari "Guru menyapa".  Berkolaborasi dengan waka kesiswaan, ibu Ni Luh Putu Sri Wahyuningsih dan pembina osis, bapak Komang Gede Hadi Purnama, saya memantik anak-anak untuk fokus pada belajar mendengar yang efektif dan berbicara yang positif. 

Tujuannya sederhana, apapun kegiatannya muaranya adalah anak-anak didik. Saya belajar memberikan mereka ruang untuk mengembangkan potensinya. 

Tema yang saya sampaikan adalah "Menebar Kasih Berbagi Cahaya".

Hari ini sepuluh menit yang berharga bagi kami. Satu murid saya, Slamet yang tergolong sering mendapat teguran dari guru, mengangkat tangan dan bersedia maju. Slamet bercerita hal baik yang telah dilakukannya dalam sepekan ini dalam mempersiapkan hari Saraswati. Slamet menyadari bahwa dia sering membuat gurunya kewalahan mengaturnya. Melalui kesempatan ini Slamet  berterimakasih dan meminta maaf untuk lebih baik kedepannya. Harapan kami Slamet mulai berbenah dan manis berperilaku.

Kemudian murid saya, Lanang bercerita tentang keanekaragaman budaya Bali. Lanang adalah wakil ketua osis. Nah, ini salah satu murid yang rupanya berbakat dalam orasi. Saya akhirnya mengetahui potensinya. Luar biasa pembawaannya di depan berinteraksi dengan temannya.

"Bagaimana perasaan kalian?"

Saya menanyakan hal tersebut ketika mereka selesai bercerita. 

"Lega bu, saya keluar keringat dingin" Begitu anak didik saya menjawab.




Bagi saya berani berbicara di depan umum merupakan salah satu cara membiasakan keterampilan berkomunikasi dan berpikir kritis. Hal itu juga salah satu metode menerapkan kompetensi sosial emosional (KSE). 

Begitupun juga guru wajib mempelajari seni-seni menuntun setiap potensi yang dimiliki siswa. 

"Gajah tidak mungkin dipaksakan terbang, ikan tidak mungkin memanjat,  begitupun burung tidak mungkin dipaksakan berlari". Mereka memiliki keunikannya masing-masing.

Kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta. Tak ada satupun program yang nyaris sempurna. Bagi saya OPTIMIS di 3 0 adalah langkah awal untuk guru, siswa, keluarga, dan masyarakat bergerak dan tergerakkan. 








Pemantik dari saya 

Berani mengajar?? Harus berani belajar!

Jumat, 11 Februari 2022

Memaknai Pembelajaran Berdiferensiasi

Hai Sahabat Sains 

Kali ini Mb Nyoman akan mengulas tentang pembelajaran berdiferensiasi (PB)

APA ITU PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI?

Pembelajaran berdiferensiasi (PB) bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Kepedulian pada siswa dalam memperhatikan kekuatan dan kebutuhan siswa menjadi focus perhatian dalam PB. Profil pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar siswa. PB mengharuskan pendidik mencurahkan perhatian dan memberikan tindakan untuk memenuhi kebutuhan khusus siswa. PB memungkinkan guru melihat pembelajaran dari berbagai perspektif. PB merupakan proses siklus mencari tahu tentang siswa dan merespons belajarnya berdaarkan perbedaan. Ketika guru terus belajar tentang keberagaman siswanya, maka pembelajaran yang profesional, efesien, dan efektif akan terwujud.


PB merupakan penyesuaian terhadap minat, preferensi belajar, kesiapan siswa agar tercapai peningkatan hasil belajar. PB bukanlah pembelajaran yang diindividualkan. Namun, lebih cenderung kepada pembelajaran yang mengakomodir kekuatan dan kebutuhan belajar siswa dengan strategi pembelajaran yang independen. Saat guru merespon kebutuhan belajar siswa, berarti guru mendiferensiasikan pembelajaran dengan menambah, memperluas, menyesuaikan waktu untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. 

Pembelajaran berdiferensiasi pada hakikatnya pembelajaran yang memandang bahwa siswa itu berbeda dan dinamis. Karena itu, sekolah harus memiliki perencanaan tentang pemberajaran berdiferensiasi, antara lain:
  1. Mengkaji kurikulum saat ini yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan siswa.
  2. Merancang perencanaan dan strategi sekolah yang sesuai dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa.
  3. Menjelaskan bentuk dukungan guru dalam memenuhi kebutuhan siswa.
  4. Mengkaji dan menilai pencapaian rencana sekolah secara berkala. 
Pembelajaran berdiferensiasi bisa dilksanakan jika sekolah sudah memiliki kebijakan tentang penerapannya pada anak berkebutuhan khusus di sekolah inkusif. Termasuk di dalamnya komunikasi yang terstruktur dengan komite sekolah, guru, dan orangtua. Guru harus memperhatikan beberapa apek dalam belajar dan pembelajaran. Ada enam (6) elemen yang berkontribusi terhadap belajar dan pembelajaran.


Gambar  Elemen yang Berkontribusi dalam Pembelajaran

TUJUAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
  1. Untuk membantu semua siswa dalam belajar. Agar guru bisa meningkatkan kesadaran terhadap kemampuan siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh seluruh siswa. 
  2. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Agar siswa memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan materi yang diberikan guru. Jika siswa dibelajarkan sesuai dengan kemampuannya maka motivasi belajar siswa meningkat.
  3. Untuk menjalin hubungan yang harmonis guru dan siswa. Pembelajaran berdiferensiasi meningkatkan relasi yang kuat antara guru dan siswa sehingga siswa semangat untuk belajar.
  4. Untuk membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri. Jika siswa dibelajarkan secara mandiri, maka siswa terbiasa dan menghargai keberagaman.
  5. Untuk meningkatkan kepuasan guru. Jika guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, maka guru merasa tertantang untuk mengembangkan kemampuan mengajarnya sehingga guru menjadi kreatif. 
KOMPONEN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Ada empat (4) komponen pembelajaran berdiferensiasi, yaitu: isi, proses, produk, dan lingkungan belajar. 
1. Isi meliputi apa yang dipelajari siswa. Isi berkaitan dengan kurikulum dan materi pembelajaran. Pada aspek ini, guru memodifikasi kurikulum dan materi pembelajaran berdasarkan gaya belajar siswa dan kondisi disabilitas yang dimiliki. Isi kurikulum disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa. Umumnya, guru tidak mampu mengontrol isi kurikulum yang spesifik (yang tidak bisa dipahami semua anak) berdasarkan gaya belajar siswa serta menyesuaikan materi pembelajaran berdasarkan jenis disabilitas yang dimiliki. 

Contoh diferensiasi pada komponen isi adalah: 
  • Menggunakan bahan bacaan pada berbagai tingkat keterbacaan. 
  • Menyediakan bahan ajar pada kaset. 
  • Menggunakan daftar kosakata untuk mengetahui tingkat kesiapan siswa. 
  • Mempresentasikan ide melalui sarana pendengaran dan penglihatan. 
  • Menggunakan teman bacaan. 
  • Menggunakan kelompok kecil untuk mengajarkan kembali ide atau keterampilan pada siswa yang mengalami kesulitan, serta memperluas pemikiran atau keterampilan peserta didik yang sudah menguasai.
2. Proses, yakni bagaimana siswa mengolah ide dan informasi. Bagaimana siswa berinteraksi dengan materi dan bagaimana interaksi tersebut menjadi bagian yang menentukan pilihan belajar siswa. Karena banyaknya perbedaan gaya dan pilihan belajar yang ditunjukkan siswa, maka kelas harus dimodifikasi sedemikian rupa agar kebutuhan belajar yang berbeda-beda dapat diakomodir dengan baik. Gregory & Chapman (2002) menyatakan proses pembelajaran yang dimodifikasi tersebut adalah: a. Mengaktifkan pembelajaran. Aktivitas belajar difokuskan pada materi yang dipelajari, menghubungkan materi yang belum dikuasai, memberi kesempatan pada siswa untuk mencari mengapa materi yang dipelajari penting, dan menjelaskan apa yang dilakukan siswa setelah belajar. b. Kegiatan belajar. Melibatkan kegiatan pembelajaran yang sebenarnya, seperti pemodelan, latihan, demonstrasi, atau game pendidikan. c. Kegiatan pengelompokkan. Baik kegiatan belajar individu maupun kelompok harus direncanakan sebagai bagian dari proses pembelajaran. 

Contoh diferensiasi pada komponen proses adalah: 
  • Menggunakan kegiatan berjenjang, semua siswa bekerja dengan pemahaman dan keterampilan yang sama, serta melanjutkan dengan berbagai tingkat dukungan, tantangan, dan kompleksitas. 
  • Menyediakan pusat minat yang mendorong siswa untuk mengeksplorasi diri. 
  • Mengembangkan agenda pribadi (daftar tugas yang ditulis oleh guru) yang harus diselesaikan selama waktu yang ditentukan. 
  • Menawarkan dukungan langsung lainnya bagi siswa yang membutuhkan. 
  • Memvariasikan waktu yang disediakan bagi siswa untuk menyelesaikan tugas.
3. Produk, bagaimana siswa menunjukkan apa yang telah dipelajari. Produk pembelajaran memungkinkan guru menilai materi yang telah dikuasai siswa dan memberikan materi berikutnya. Gaya belajar siswa juga menentukan hasil belajar seperti apa yang akan ditunjukkan pada guru. 

Contoh diferensiasi pada komponen produk adalah
  • Memberi siswa pilihan cara mengekspresikan kebutuhan pembelajaran (seperti membuat pertunjukan boneka, menulis surat, atau membuat puisi). 
  • Menggunakan rubrik yang cocok dan memperluas keberagaman tingkat keterampilan siswa.
  • Membolehkan siswa bekerja sendiri atau berkelompok kecil untuk menuntaskan tugas. 
  • Mendorong siswa untuk membuat tugas mereka sendiri.
4. Lingkungan Belajar, bagaimana cara siswa bekerja dan merasa dalam pembelajaran. 

Contoh diferensiasi pada komponen lingkungan belajar adalah: 
  • Memastikan ada tempat di ruangan untuk bekerja dengan tenang dan tanpa gangguan, serta tempat yang menyediakan siswa berkolaborasi. 
  • Menyediakan materi yang mencerminkan berbagai budaya. 
  • Menetapkan pedoman yang jelas untuk kerja mandiri yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
  • Mengembangkan rutinitas yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan bantuan ketika guru sibuk dengan siswa lain dan tidak dapat segera membantu mereka.
  • Membantu siswa memahami bahwa ada siswa yang perlu bergerak untuk belajar, sementara yang lain lebih suka duduk dengan tenang. 
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
  1. Asesmen yang berkesinambungan dalam pembelajaran. Guru secara terus menerus mengumpulkan informasi tentang bagaimana siswa belajar sehingga dapat menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 
  2. Guru menjamin proses pembelajaran yang mengakui keberadaan semua siswa. Siswa dibelajarkan berdasarkan kesamaan minat, merangkul semua siswa. Guru memandang semua tugas siswa berharga dan bermanfaat. 
  3. Pengelompokkan siswa secara fleksibel. Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan semua siswa bekerjasama dengan berbagai teman sebaya pada waktu tertentu. Siswa juga bekerja dengan teman sebaya yang memiliki tingkat kesiapan sama dan berbeda dengan dirinya. Siswa juga bekerja dengan teman sebaya yang sama minatnya, kadang dengan teman sebaya yang berbeda minatnya.
  4.  Adanya kolaborasi dan koordinasi yang terus menerus antara guru kelas/ guru bidang studi dengan guru pendidik khusus. 
  5. Guru dan siswa bekerja bersama membangun komitmen untuk mewujudkan hasil belajar yang diharapkan. 
  6. Penggunaan waktu yang fleksibel dalam merespon proses dan hasil belajar siswa.
  7. Strategi pembelajaran yang bervariasi, seperti pusat belajar, pusat pengembangan bakat dan minat, pusat olahraga, pembelajaran tutor sebaya, dan sebagainya. 
  8. Siswa dinilai dengan berbagai cara sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan setiap siswa.
Sumber : Tomlinson (2000b).

KOMITMEN DALAM PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Komitmen dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi merupakan sebuah janji yang saling mengikat hasil belajar siswa, mengembangkan profesional dan proses kolaborasi yang menjamin keberhasilan belajar bagi semua. Komitmen pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, meliputi: 
  1. Menggunakan asesmen. Termasuk di dalamnya memperhatikan masukan, kesiapan, minat dan bakat siswa.
  2. Menggunakan hasil asesmen untuk mendiferensiasikan lingkungan belajar, pembelajaran, dan evaluasi. 
  3. Memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 
  4. Membuat penyesuaian (bisa dilakukan kapan saja) untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dapat diperkirakan.
Bagan alir pembelajaran berdiferensiasi


Berikut ini merupakan praktik baik Mbok Nyoman dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang diintegrasikan dengan komponen sosial emosional, yang diakronimkan dengan "Berdasi Kosmos".

Praktik Baik ini telah didiseminasikan dalam rangka lomba peringatan HUT ke-76 PGRI dan Hari Guru Nasional Tahun 2021 Provinsi Bali (17 Nopember 2021) dan astungkara berhasil memperoleh Juara 2 tingkat SMP. 


Berikut saya lampirkan pemetaan kebutuhan belajar, RPP, LKPD, dan dokumentasi kegiatan


Informasi lain
Contoh RPP Berdiferensiasi klik DISINI dan DISINI Untuk IPA SMP