DEBAR TIKAR
MEWUJUDKAN NENG-NING-NUNG-NANG
Artikel
Oleh:
Nyoman Sri Darmayanti, S.Pd
Calon Guru Penggerak Kabupaten Karangasem
Guru di SMP Negeri Satap Sangkan Gunung
1.1 LATAR BELAKANG
Guna mencapai visi murid merdeka, sekolah mengupayakan
metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa
meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Salah satu
pesan Ki Hadjar Dewantara adalah Neng-Ning-Nung-Nang
mengenai sikap dan perilaku manusia. Neng
kependekan dari Meneng yang berarti
diam dan tenang dengan perhatian untuk mendengar secara aktif, Ning kependekan dari Wening yang berarti jernih di hati dan
pikiran, Nung kependekan dari Hanung yang berarti kebesaran hati dan jiwa.
Nang yang berati Menang atau wewenang baik secara batiniah maupun lahiriah.
Gagasan Ki Hajar Dewantara dalam implementasinya
disekolah, yakni pendidik hendaknya menciptakan kesenangan (neng), keheningan
(ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung). Tugas pendidik menuntun
secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya
sendiri. Untuk mewujudkan merdeka belajar, guru dapat berinovasi
dengan mengintegrasikan budaya masyarakat Bali yang dikenal dengan Tri Hita
Karana.
Masyarakat Bali memegang teguh
konsep Tri Hita Karana dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri
Hita Karana terdiri dari: Parahyangan yaitu hubungan yang seimbang antara
manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan artinya hubungan yang harmonis
antara manusia dengan manusia lainnya, dan Palemahan artinya hubungan yang
harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis merancang aksi nyata berjudul “Debar Tikar Mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang”, dimana Debar Tikar merupakan
kepanjangan dari merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana.
Adapun tujuan dari pelaksanaan
merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana, yaitu (1) Mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered), (2) menciptakan kesenangan (neng),
keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) melalui konsep Tri
Hita Karana dalam pembentukan karakter peserta didik, (3) Terjalinnya hubungan
erat antara pendidik dan peserta didik dalam mengkomunikasikan keinginan
belajar, (4) Peserta didik lebih kreativas mencipta karya berdasarkan potensi
yang dimilikinya.
1.2 DESKRIPSI AKSI
NYATA
Guna mewujudkan merdeka belajar
yang berpihak pada murid di Kelas VII SMP Negeri Satap Sangkan Gunung, hal pertama
yang penulis lakukan adalah membuat analisis diagnosis nonkognitif awal tentang
pembelajaran menyenangkan yang diharapkan anak di dalam pembelajaran. Berdasarkan analisis nokognitif
tersebut, dengan memperhatikan jawaban-jawaban terkait gaya belajar
menyenangkan yang diharapkan peserta didik, pembelajaran dirancang menggunakan
sintaks model Project Based Learning (PJBL) dengan mengintegrasikan sains lokal
Bali pada tahap apersepsi dan penguatan konsep dengan memberikan contoh situasi
dunia nyata peserta didik (konsep kenal
lebih sayang).
Upaya membiasakan karakter positif bagi anak-anak sekalipun dalam situasi belajar dari rumah dilakukan dengan jurnal kebaikan berlandaskan Tri Hita Karana. Berhubung situasi Pandemi saat ini, pemberian instruksi, pengumpulan jurnal, serta pemberian feedback dilakukan berbantuan platform Google Classroom. Anak-anak akan mengumpulkan jurnal yang divalidasi orang tua sebagai mitra penting sekolah dalam membangun karakater positif anak. Pengumpulan jurnal ini disertai tiga foto aktivitas positif berkaitan dengan kegiatan Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Tentunya harus sinkron dengan apa yang tertulis di jurnal. Penulisan dilakukan dalam satu minggu. Sinergi antara wali kelas dan orang tua untuk mengecek jurnal anak setiap harinya sangat berperan dari suksesnya program edukasi ini. Peserta didik kelas VII saat memasuki Tahun Pelajaran 2020/2021 ini belum mengenal tentang Jurnal Kebaikan, maka disiapkan sesi khusus pada sesi vicon. dan selanjutnya diberikan instruksi awal juga pada Google Classroom.
Proses mewujudkan pembelajaran yang
menyenangkan (neng) dilakukan dengan mengajak peserta didik belajar sambil bermain melalui games online dengan quizizz,
TTS dan tebak-tebakkan gambar (cucoklogi). Produk kreativitas yang dikumpulkan sebagai
tugas proyek disesuaikan dengan daya dukung dari peserta didik tanpa memaksa
terkait bahan dan bentuknya. Kesepakatan dalam hal proses dan jadwal
pengumpulan dilakukan di awal pembelajaran. Pendidik juga berkomunikasi dengan
orang tua melalui komentar pada jurnal kebaikan yang dibuat dalam bentuk buku.
Diskusi dilakukan melalui media WA, Platform Zoom untuk vicon, LMS Google
Clasroom, dan Blog Pribadi Guru.
1.3 HASIL AKSI NYATA
Hasil yang diperoleh dari aksi
nyata “Debar Tikar mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang” dapat
dipaparkan sebagai berikut.
1. Guru
mengembangkan inovasi pembelajaran yang berpihak pada murid (student centered). Sebagai tujuan
merdeka belajar guru menelaah respon dari diagnosis non-kognitif awal pada
google form. Peserta didik menyatakan tidak suka jika diberi tugas-tugas yang
hanya menjawab soal terus. Hal tersebut menimbuklan kebosanan. Beranjak dari
hal tersebut, keberpihakan yang dimaksud adalah mengubah instruksi menjadi
kesepakatan-kesepakatan berdasarkan gaya belajar yang diinginkan peserta didik.
Penekanan merdeka belajar pada kesanggupan menyelesaikan tugas proyek atas
keinginan anak, kesanggupan untuk melibatkan orang tua sebagai sumber belajar
dirumah, inovasi karya berdasarkan potensi yang dimiliki, dan kebebasan
berpendapat saat mempresentasikan hasil karya dalam vicon.
2. Respon
siswa terkait usaha guru menciptakan kesenangan (neng) melalui games IPA
sangatlah positif. Peserta didik sangat antusias mengikuti tournament quizizz
dimana games dilakukan secara online. Mereka tertantang untuk belajar materi
terlebih dahulu sebelum melakukan tournament. Kemudian TTS asik dan games
mencocokkan gambar yang penulis buat sendiri membuat peserta didik mendapatkan ketenangan
(nang) bahwa pembelajaran IPA tidak menakutkan walupun banyak rumus dan
hitungan-hitungan.
3. Kolaborasi antara guru dan orang tua terlihat
dalam wawancara terkait pengeluaran bulanan pembayaran rekening air/listrik.
Orang tua dilibatkan sebagai sumber informasi yang dimintai pendapatnya tentang cara mengoptimalkan
penggunaan energy di rumah, pelestarian “Taru”. Peran guru dan orang tua memang
mendasar dalam mendukung proses anak belajar di rumah.
Keduanya mesti membangun kolaborasi demi memaksimalkan kegiatan belajar anak.
Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan
menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan
belajar daring tersebut. Sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam
menemani anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah akan
bermanfaat dan bermakna.
4. Menanamkan
pendidikan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila berdasarkan konsep budaya
Bali, yaitu Tri Hita Karana. Hal ini
terlihat dari jurnal kebaikan yang dilakukan sehari-hari dimana pelibatan orang
tua juga dilakukan ketika mengomentari kegiatan anaknya. Hal baik yang
dilakukan seperti melakukan persembahyangan (Parahyangan), membantu orang tua di rumah seperti menyapu,
menyetrika dll (pawongan), dan
membersihkan lingkungan (Pawongan).
Hal tersebut menciptakan
kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung)
bagi peserta didik dalam menanamkan budhi dan pekerti. Hal tersebut sejalan
dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidik wajib menuntun lakunya
peserta didik, yang meliputi budhi dan pekerti.
5. Penerapan
model PJBL disisipkan dengan pemberian materi secara kontekstual sesuai
kehidupan nyata di Bali. Seperti konsep kearifan lokal perayaan Nyepi untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca yang menciptakan keheningan (ning), perubahan energi yang terjadi
pada rindik, gong, obor dan konsep subak sebagai upaya pengoptimalan energi air
dalam sistem pengairan di Bali menciptakan renungan (nung) dalam upaya melestarikan budaya local Bali sebagai kodrat
alam (budaya tempatnya anak tumbuh)
1.4 REFLEKSI
AKSI NYATA
Hal baik yang di dapat dari aksi nyata merdeka belajar berbasis
Tri Hita Karana tersebut adalah perlahan mengubah mind set penulis tentang pola
pengajaran guru. Jika awalnya penulis selalu memberikan tugas melalui instruksi
sekarang lebih diupayakan memberikan tuntunan tanpa melepaskan. Kesepakatan di
awal pembelajaran diperlukan untuk menggali potensi peserta didik. Dari
tuntunan tersebut akan tercipta kreativitas peserta didik sesuai potensi yang
dimilikinya. Tugas pendidik
menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai
kodratnya sendiri. Hal tersebut menciptakan kesenangan (neng), keheningan
(ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) bagi peserta didik dalam
menanamkan budhi dan pekerti.
Kendala yang dialami, yaitu sulitnya menuntun peserta didik
dalam kondisi belajar daring. Solusi yang dilakukan, yaitu karena tidak dapat
bertatap muka secara langsung, pendidik harus ekstra sabar dalam memberikan
tuntunan. Kendala dalam pelaksanaan belajar dari rumah diikhlaskan untuk tujuan
menghamba pada murid di tengah pandemi.
1.5 RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG
Kedepannya penulis akan menularkan hal-hal baik yang sudah
dilakukan terkait penerapan merdeka belajar kepada rekan-rekan guru di sekolah.
Secara berkala pada waktu rapat, seluruh guru diajak untuk melakukan refleksi
tentang praktik baiknya mengajar. Sehingga dari refleksi tersebut akan muncul
keberhasilan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Keberhasilan yang dialami
guru akan menjadi kekuatan bagi sekolah untuk meningkatkan layanannya kepada
peserta didik.
1.6 DOKUMENTASI KEGIATAN
Berikut ini merupakan dokumentasi kegiatan pembelajaran IPA melalui Debar Tikar. Klik masing-masing gambar supaya lebih jelas