Portal Pendidikan Rumah Belajar

Merdeka Belajarnya, Rumah Belajar Portalnya, Maju Indonesia.

Kuliah Umum Level 4 Bersama Mas Menteri

Bapak Ibu guru sekalian merupakan cikal dari guru-guru penggerak, guru-guru dengan inisiatif dan semangat tinggi untuk terus berpacu dengan tuntutan zaman.

Tampilkan postingan dengan label Guru Penggerak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Guru Penggerak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Januari 2021

AKSI NYATA PENERAPAN INKUIRI APRESIATIF MELALUI MADING BALI

Salam dan Bahagia Sahabat Sains

Kali ini saya, Mbok Nyoman akan berbagi aksi nyata Modul 1.3 Pendidikan Guru Penggerak dalam menumbuhkan budaya literasi membaca dan menulis bagi murid di SMP Negeri Satu Atap Sangkan Gunung ketika belajar dari rumah (BDR). Kegiatan ini merupakan sebuah terobosan  ke arah perubahan positif dengan menggiatkan kebiasaan membaca. Seperti apa pelaksanaan aksi Mading Bali? 

Berikut ini merupakan artikel aksi nyata saya dengan melaksanakan pendekatan inkuiri apresiatif dalam mewujudkan sekolah yang berbudaya literasi. Inkuiri apresiatif (IA) merupakan sebuah pendekatan menuju ke arah perubahan dengan mengambil segala kebaikan dan hal positif setiap komponen sekolah. 


PENERAPAN INKUIRI APRESIATIF

MEWUJUDKAN GENERASI LITERAT MELALUI MADING BALI


OLEH:

NYOMAN SRI DARMAYANTI 

CALON GURU PENGGERAK, KABUPATEN KARANGASEM, BALI


A. LATAR BELAKANG

Merdeka belajar adalah kebijakan besar dalam rangka mewujudkan transformasi pengelolaan pendidikan di Indonesia. Salah satu terobosan merdeka belajar, yaitu pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Fokus AKM ini akan menguji dua kompetensi siswa yaitu kompetensi literasi dan numerasi. Salah satu tujuan pelaksanaan AKM yaitu menumbuh kembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Jelas AKM ini akan benar-benar membawa perubahan karakter pada siswa apabila guru-guru juga siap menjadi seorang yang literat dalam menyikapi sebuah perubahan. Karena sejatinya semua anak itu 'istimewa' apabila guru bisa mengembangkan keistimewaannya. Literasi membantu kita membentuk pola pikir, perilaku, dan membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat, serta alam semesta. 

Literasi tidak diartikan dalam konteks yang sempit yakni membaca dengan membawa buku saja, tetapi segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan untuk gemar membaca dan memberikan pemahaman terhadap peserta didik mengenai pentingnya membaca. Di dalam budaya literasi semua kegiatan dilakukan dengan suasana yang menyenangkan sehingga kegiatan peserta didik tidak merasa bosan saat budaya literasi itu dilaksanakan.Selain itu, bermanfaat juga untuk menumbuhkan mindset bahwa kegiatan membaca itu tidak membosankan bahkan menyenangkan.

Menjawab tantangan budaya literasi yang masih rendah di sekolah, selaku pendidik penulis merencanakan kegiatan aksi nyata Majalah Dinding budaya literasi (MADING BALI). Mengingat di semester genap masih tetap dilakukan pembelajaran secara daring. Maka pembiasaan budaya menuliskan apa yang dibaca dapat dilaksanakan di rumah.

B. TUJUAN KEGIATAN

Adapun tujuan kegiatan Mading Bali ini sebagai berikut:

  1. Menerapkan  pendekatan inkuiri apresiatif menuju perubahan ke arah yang lebih baik bagi sekolah.
  2. Menumbuhkan budaya literasi baca dan tulis ketika belajar dari rumah (BDR).
  3. Memupuk kreativitas dalam membuat majalah dinding (mading).
C. DESKRIPSI AKSI NYATA

Guna menerapkan inkuiri aprsesiatif, untuk mengawali kegiatan Mading Bali saya menggunakan alur BAGJA dalam merealisasikan perubahan menuju budaya literasi bagi peserta didik ketika di rumah. Alurnya sebagai berikut.

Pertama, Buat Pertanyaan
Pertanyaan yang dapat saya simpulkan adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana cara menumbuh kembangkan budaya literasi peserta didik di SMP Negeri Satap Sangkan Gunung?
  2. Dukungan apa saja yang diperlukan?

Kedua, Ambil Pelajaran
Dari pertanyaan di atas, saya menelaah hal positif yang dimiliki sekolah untuk mewujudkan pelaksanaan budaya literasi ketika belajar dari rumah, sebagai berikut
  1. Peserta didik memiliki buku pelajaran, majalah, atau koran dirumahnya yang dapat dibaca.
  2. Pentingnya menumbuhkan budaya membaca dan menulis di masa pandemi ini untuk membiasakan siswa memahami bacaan menuju pelaksanaan asesmen kompetensi minimum (AKM).
Ketiga, Gali Impian
Berdasarkan hal-hal positif yang telah dipilah, langkah selanjutnya adalah menentukan harapan yang disasar dari pelaksanaan kegiatan. Adapun hal yang penulis harapkan melalui kegiatan Mading Bali, yaitu 
  1. Menumbuhkan budaya literasi baca dan tulis ketika belajar dari rumah (BDR).
  2. Memupuk kreativitas dalam membuat majalah dinding (mading).
Keempat, Jabarkan Rencana
Adapun rencana saya sebagai berikut:
  1. Minggu ke-1 di semester genap tahun pelajaran 2020/2021 melakukan komunikasi dengan kasatdik terkait rencana yang akan dilakukan
  2. Minggu ke-2 mulai mensosialisasikan ke peserta didik kelas IX 
  3. Minggu ke-3 Mengumpulkan hasil Mading dan pemberian komentar
  4. Minggu ke-4 Merefleksikan bersama guru lain. 
Kelima, Atur eksekusi
Bagian yang terpenting yaitu eksekusi terhadap rencana. Berikut ini merupakan runtutan kegiatan yang telah saya laksanakan untuk mewujudkan Mading Bali.
  1. Bertemu dengan kasatdik memaparkan rancangan aksi
  2. Mensosialisasikan di Grup WA kelas IX untuk membuka pengumuman pada Classroom terkait aksi Mading Bali.
  3. Mengadakan kesepakatan bersama anak-anak melalui grup WA kelas IX terkait jadwal pengumpulan. Dalam hal ini disepakati satu minggu untuk pengerjaan mading. 
  4. Dokumentasi Karya Mading Bali dan dokumentasi foto ketika mengerjakan dikumpulkan di Classroom mata pelajaran prakarya
  5. Hasil karya berupa mading dikumpulkan ke sekolah dengan kesepakatan waktu pengumpulan supaya tidak bergerombol dan tetap melaksanakan protokol kesehatan ketika ke sekolah. Anak-anak langsung pulang setelah menyetor mading
  6. Hasil kegiatan tersebut dilaporkan kepada guru lain pada rapat rutin bulanan dan diadakan refleksi nilai positif dan kelemahan yang perlu di atasi.
Tolak ukur pelaksanaan aksi nyata ini adalah antusias peserta didik berproses, dimulai dari  kegiatan membaca, menulis, hingga berkreasi dalam pembuatan mading. Hal itu dapat dilihat dari keaktipan mengirim dokumentasi foto kegiatan ke classroom dari proses persiapan hingga finish. Produk berupa mading dikumpulkan dan di cek berapa orang yang sudah mengumpulkan. 

D. HASIL AKSI NYATA

Hasil dari pelaksanaan kegiatan aksi nyata sebagai berikut.
  1. Sekolah sebagai institusi pengembangan karakter pasti memiliki hal positif yang dapat digunakan untuk mewujudkan perubahan menuju budaya literasi warga sekolahnya, utamanya kepada peserta didik sebagai generasi muda. Komitmen guru sangatlah diperlukan dalam menuntun peserta didik menemukan potensi dalam dirinya.
  2. Guru dapat menuntun pembiasaan budaya membaca dan menulis dengan kegiatan yang tidak membosankan. Hal yang dapat dilakukan, yaitu memupuk kreatifitas peserta didik melalui pembuatan majalah dinding. Majalah dinding yang dibuat dibebaskan bentuk dan bahannya sesuai kreasi anak. Anak begitu antusias dalam membaca dan mengambil inti bacaan dan menuliskannya dengan indah pada mading.
  3. Melalui pembuatan majalah dinding, berbagai karya kreasi peserta didik dapat dituangkan dalam mading. Hasil mading sangat luar biasa. Peserta didik sangat antusias mengerjakannya di rumah. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mading sangat bervariasi. Tidak ada satupun karya yang isi bacaannya sama. Itu mengindikasikan peserta didik memang benar-benar membaca bacaan dari sumber yang berbeda, tidak sekedar menjiplak bacaan temannya.
E. REFLEKSI AKSI NYATA

Pelaksanaan mading bali sebagai upaya mewujudkan peserta didik yang literat sangat baik diterapkan untuk dijadikan pembiasaan. Walaupun nantinya karya mading tidak dikumpulkan, harapan selanjutnya adalah peserta didik terbiasa membaca sebuah bahan bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang telah dibaca. Hal tersebut akan sejalan dengan program AKM yang tengah didengungkan oleh Kemendikbud.

Hal yang masih menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah beberapa peserta didik ada yang tidak mengumpulkan tugas. Karena tidak mengetahui informasi dikarenakan tidak memiliki HP. 

Sebanyak 2 orang di kelas IXA belum mengumpulkan mading, dikelas IXB 4 orang, dan di kelas IX C hanya 1 orang.  Penulis meminta ke teman yang rumahnya  dekat untuk menginformasikan tugas tersebut dan menitipkan pesan supaya lebih sering berkomunikasi dengn temannya untuk menanyakan tugas karena anak tersebut tidak memiliki hp dikeluarganya. 

F. RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG

Apabila pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan normal secara tatap muka, kegiatan pembuatan mading akan dilanjutkan di sekolah dan dilaksanakan oleh wali kelas masing-masing untuk mengkoordinir pelaksanaannya. Buku yang akan dibaca akan disiapkan oleh tenaga perpustakaan. Hal ini merupakan imbas yang baik dalam pengoptimalan peran perpustakaan sekolah sebagai penyedia sumber bacaan mengingat belum maksimalnya pemanfaatan perpustakaan. 

G. Dokumentasi Kegiatan


Informasi pembuatan mading bali di Classroom


Budaya Membaca

Budaya Membaca


Budaya Membaca 


Membuat Mading

Membuat Mading 

Karya Mading Bali 


Karya Mading Bali

Karya Mading Bali

Karya Mading Bali


Karya Mading Bali




                                       Penilaian mading

Rabu, 09 Desember 2020

Pentingnya Budaya Positif

Salam dan Bahagia 
Semoga pikiran positif datang dari segala penjuru. Kali ini sahabat sains akan berbagi cerita tentang pentingnya budaya positif. Berikut ini adalah mind mapping  koneksi antar materi yang saya buat.

Klik gambar supaya jelas



Budaya positif penting dikembangkan di sekolah. Mutu sekolah dapat dilihat dari budaya positif yang hidup dan dikembangkan warga sekolah. Budaya positif sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah. 

Budaya positif yang ada disekolah akan membantu pencapaian visi sekolah impian. Guna mewujudkan visi sekolah impian, peran guru sebagai ujung tombak kualitas pendidikan di sekolah sangatlah penting. Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Tujuan dari visi sekolah pastilah menginginkan murid yang merdeka. Murid yang memiliki karakter sesuai profil pelajar pancasila. Murid merdeka bermakna murid memiliki kebebasan untuk melakukan inovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif secara menyenangkan dan tanpa paksaan. Guna mencapai visi murid merdeka, Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa sekolah mengupayakan metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Kedua kodrat keadaan tersebut tidak mungkin dapat diubah, yang dapat diubah hanyalah budhi yang meliputi cipta, rasa, dan karsa (batin) dan pekertinya, yang meliputi raga, tenaga, upaya, dan tindakan (lahir). Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri. 

Menuju visi sekolah impian memang bukanlah persoalan yang mudah. Kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan sangatlah dibutuhkan untuk mencapai visi bersama. Setiap komponen wajib memahami perannya dan bertanggung jawab dengan tugasnya. Untuk itu diperlukan metode BAGJA sebagai langkah-langkah pendekatan inkuiri apresiatif di sekolah. Inti dari pendekatan inkuiri apresiatif adalah nilai positif yang telah ada dan dikembangkan secara kolaboratif. Alur Bagja sendiri diawali dengan Buat pertanyaan, ambil tindakan, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi. Berpijak dari hal positif yang ada di sekolah, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap individu dalam komunitas. Hal tersebut sejalan dengan prinsip Trikon, Ki Hajar Dewantara dimana perubahan bersifat kontinu (berkesinambungan), konvergen (universal), dan konsentris (kontekstual). 

Menurut Ki Hadjar, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II , 1994). Dalam hal ini, Ki Hadjar membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi gulma di sekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004).

Dalam mewujudkan budaya positif peran guru di kelas adalah membuat kesepakatan kelas bersama murid guna mencapai visi sekolah.  Dalam hal membuat kesepakatan kelas, guru senantiasa menegaskan budaya positif yang disepakati dan menjauhkan hukuman ataupun pemberian hadiah sebagai bujukan untuk pembiasaan budaya positif. Hasil kesepakatan kelas dapat ditempel di sudut ruangan agar dapat dilihat oleh seluruh murid. Jika budaya positif telah menjadi pembiasaan bagi seluruh warga sekolah, niscaya visi sekolah tercapai dan semua warga sekolah nyaman dan dipenuhi cinta kasih di sekolah.

"Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya". - Ki Hadjar Dewantara 

Selasa, 08 Desember 2020

KESEPAKATAN KELAS MELAKSANAKAN PROTOKOL KESEHATAN DI SEKOLAH

SALAM DAN BAHAGIA 

Halo Sahabat Sains dimanapun berada. Kali ini saya akan membagikan essay singkat tentang tugas demonstrasi kontekstual 1.4.a.7 program guru penggerak. 

Adapun latar belakang dari pembuatan kesepakatan kelas ini adalah adanya budaya kurang disiplin anak memakai masker jika memiliki keperluan ke sekolah. Pengamatan saya  anak-anak kelas VII yang datang ke sekolah untuk membayar uang pakaian di koperasi sekolah beberapa tidak memakai masker dengan alasan lupa. Padahal sudah diinformasikan sebelumnya oleh waka kesiswaan untuk mentaati protokol kesehatan jika pergi ke sekolah. 

Guna membangun budaya positif dalam menerapkan protokol kesehatan dan membiasakan anak-anak dengan tatanan new normal belajar di semester genap, saya selaku guru membuat kesepakatan dengan siswa kelas VII.


Adapun Langkah-langkah kesepakatan yang saya lakukan sebagai berikut. 

Pertama, di grup wa kelas VII saya memberikan pertanyaan sebagai berikut "Bagaimana perkembangan pembayaran pakaian? Siapa saja yang belum mendapatkan pakaian sekolah?"  pertanyaan saya tersebut kemudian mengarah pada  pengamatan saya terhadap anak-anak yang tidak menggunakan masker ke sekolah. Ayo siapa anak yang waktu ini tidak memakai masker dan tidak cuci tangan di sekolah?".

Kedua, beranjak dari topik ketidakdisplinan beberapa anak yang tidak memakai masker ke sekolah, saya menanyakan ide siswa terkait bagaimana cara menerapkan protokol kesehatan di sekolah. 

"Bagaimana kalau kita bersama-sama membuat kesepakatan kelas. Coba Berikan Ide anak-anak tentang tata cara menerapkan protokol kesehatan ketika anak-anak di sekolah".

Karena di sekolah saya masih dilakukan pembelajaran secara daring diskusi kesepakatan saya lakukan dengan aplikasi jamboard yang saya kirimkan linknya ke wa grup. pada jamboarad tersebut siswa menuliskan hal yang mereka ingin lakukan untuk menjalankan protokol kesehatan. 

Ketiga, dari ide siswa tersebut saya mengambil kesimpulan apa-apa saja yang mereka telah sepakati. Termasuk anak berjanji jika melanggar kesepakatan, anak yang melanggar akan membuat tulisan catatan diri untuk mengingatkannya pada kesalahannya. 

Keempat, kesepakatan kelas tersebut dituliskan dalam bentuk poster kesepakatan kelas. 

Kelima, poster kesepakatan tersebut ditandatangani oleh perwakilan ketua kelas VII A, VIIB, VIIC sebagai perwakilan dari seluruh siswa. Tidak lupa guru juga menandatangani poster tersebut. 

Keenam, Poster yang telah ditandatangani di share digrup kelas dan masing-masing siswa diwajibkan menyimpannya.  

Berikut ini hasil kesepakatan kelas yang kami buat di jamboard melalui tatap maya  karena   pertemuan secara tatap muka tidak mungkin terlaksana.



Ini adalah dokumentasi percakapan di grup wa

     Ajakan untuk melakukan kesepakatan menerapkan protokol kesehatan jika ke sekolah 


    Guru mengingatkan siswa tidak menjadikan hukuman sebagai fokus kesepakatan

Memberikan motivasi bagi anak yang sudah melakukan kesepakatan dengan disiplin

Tantangan dalam melaksanakan kesepakatan tersebut adalah konsistensi melakukan kegiatan cuci tangan dan menjaga jarak untuk protokol kesehatan. Berikut ini dokumentasi penerapan protokol kesehatan sesuai hasil kesepakatan kelas. Murid yang datang semuanya memakai masker dan langsung mencuci tangan. Petugas hanya perlu mengukur suhu tanpa menginstruksikan siswa untuk cuci tangan lagi, karena mereka sadar dengan apa yang harus mereka lakukan sesampai di sekolah.






Karya esai tugas demonstrasi kontekstual dalam bentuk PDF dapat dilihat DISINI


GURU PENGGERAK
PANJANG UMUR PERJUANGAN

Kamis, 03 Desember 2020

Merdeka Belajar Berlandaskan Tri Hita Karana

DEBAR TIKAR
MEWUJUDKAN NENG-NING-NUNG-NANG

Artikel 

Oleh:
Nyoman Sri Darmayanti, S.Pd
Calon Guru Penggerak Kabupaten Karangasem
Guru di SMP Negeri Satap Sangkan Gunung



1.1 LATAR BELAKANG

Guna mencapai visi murid merdeka, sekolah mengupayakan metode pendidikan yang relevan dengan kodrat zaman (perkembangan zaman) tanpa meninggalkan kodrat alam (budaya) tempat anak hidup dan tumbuh. Salah satu pesan Ki Hadjar Dewantara adalah Neng-Ning-Nung-Nang mengenai sikap dan perilaku manusia. Neng kependekan dari Meneng yang berarti diam dan tenang dengan perhatian untuk mendengar secara aktif, Ning kependekan dari Wening yang berarti jernih di hati dan pikiran, Nung kependekan dari Hanung yang berarti kebesaran hati dan jiwa. Nang yang berati Menang atau wewenang baik secara batiniah maupun lahiriah.

Gagasan Ki Hajar Dewantara dalam implementasinya disekolah, yakni pendidik hendaknya menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung).  Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri.  Untuk mewujudkan merdeka belajar, guru dapat berinovasi dengan mengintegrasikan budaya masyarakat Bali yang dikenal dengan Tri Hita Karana.

Masyarakat Bali memegang teguh konsep Tri Hita Karana dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri Hita Karana terdiri dari: Parahyangan yaitu hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya, dan Palemahan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merancang aksi nyata berjudul “Debar Tikar Mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang”, dimana Debar Tikar merupakan kepanjangan dari merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana.

Adapun tujuan dari pelaksanaan merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana, yaitu (1) Mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered), (2) menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) melalui konsep Tri Hita Karana dalam pembentukan karakter peserta didik, (3) Terjalinnya hubungan erat antara pendidik dan peserta didik dalam mengkomunikasikan keinginan belajar, (4) Peserta didik lebih kreativas mencipta karya berdasarkan potensi yang dimilikinya.


1.2 DESKRIPSI AKSI NYATA

        Guna mewujudkan merdeka belajar yang berpihak pada murid di Kelas VII SMP Negeri Satap Sangkan Gunung, hal pertama yang penulis lakukan adalah membuat analisis diagnosis nonkognitif awal tentang pembelajaran menyenangkan yang diharapkan anak di dalam pembelajaran. Berdasarkan analisis nokognitif tersebut, dengan memperhatikan jawaban-jawaban terkait gaya belajar menyenangkan yang diharapkan peserta didik, pembelajaran dirancang menggunakan sintaks model Project Based Learning (PJBL) dengan mengintegrasikan sains lokal Bali pada tahap apersepsi dan penguatan konsep dengan memberikan contoh situasi dunia nyata peserta didik (konsep kenal lebih sayang).

        Upaya membiasakan karakter positif bagi anak-anak sekalipun dalam situasi belajar dari rumah dilakukan dengan jurnal kebaikan berlandaskan Tri Hita Karana. Berhubung situasi Pandemi saat ini, pemberian instruksi, pengumpulan jurnal, serta pemberian feedback dilakukan berbantuan platform Google Classroom. Anak-anak akan mengumpulkan jurnal yang divalidasi orang tua sebagai mitra penting sekolah dalam membangun karakater positif anak. Pengumpulan jurnal ini disertai tiga foto aktivitas positif berkaitan dengan kegiatan Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Tentunya harus sinkron dengan apa yang tertulis di jurnal. Penulisan dilakukan dalam satu minggu. Sinergi antara wali kelas dan orang tua untuk mengecek jurnal anak setiap harinya sangat berperan dari suksesnya program edukasi ini. Peserta didik kelas VII saat memasuki Tahun Pelajaran 2020/2021 ini belum mengenal tentang Jurnal Kebaikan, maka disiapkan sesi khusus pada sesi vicon. dan selanjutnya diberikan instruksi awal juga pada Google Classroom.

        Proses mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan (neng) dilakukan dengan mengajak peserta didik belajar sambil bermain melalui games online dengan quizizz, TTS dan tebak-tebakkan gambar (cucoklogi). Produk kreativitas yang dikumpulkan sebagai tugas proyek disesuaikan dengan daya dukung dari peserta didik tanpa memaksa terkait bahan dan bentuknya. Kesepakatan dalam hal proses dan jadwal pengumpulan dilakukan di awal pembelajaran. Pendidik juga berkomunikasi dengan orang tua melalui komentar pada jurnal kebaikan yang dibuat dalam bentuk buku. Diskusi dilakukan melalui media WA, Platform Zoom untuk vicon, LMS Google Clasroom, dan Blog Pribadi Guru.

 

1.3 HASIL AKSI NYATA

Hasil yang diperoleh dari aksi nyata “Debar Tikar mewujudkan Neng-Ning-Nung-Nang” dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Guru mengembangkan inovasi pembelajaran yang berpihak pada murid (student centered). Sebagai tujuan merdeka belajar guru menelaah respon dari diagnosis non-kognitif awal pada google form. Peserta didik menyatakan tidak suka jika diberi tugas-tugas yang hanya menjawab soal terus. Hal tersebut menimbuklan kebosanan. Beranjak dari hal tersebut, keberpihakan yang dimaksud adalah mengubah instruksi menjadi kesepakatan-kesepakatan berdasarkan gaya belajar yang diinginkan peserta didik. Penekanan merdeka belajar pada kesanggupan menyelesaikan tugas proyek atas keinginan anak, kesanggupan untuk melibatkan orang tua sebagai sumber belajar dirumah, inovasi karya berdasarkan potensi yang dimiliki, dan kebebasan berpendapat saat mempresentasikan hasil karya dalam vicon.

2.  Respon siswa terkait usaha guru menciptakan kesenangan (neng) melalui games IPA sangatlah positif. Peserta didik sangat antusias mengikuti tournament quizizz dimana games dilakukan secara online. Mereka tertantang untuk belajar materi terlebih dahulu sebelum melakukan tournament. Kemudian TTS asik dan games mencocokkan gambar yang penulis buat sendiri membuat peserta didik mendapatkan ketenangan (nang) bahwa pembelajaran IPA tidak menakutkan walupun banyak rumus dan hitungan-hitungan.

3.  Kolaborasi antara guru dan orang tua terlihat dalam wawancara terkait pengeluaran bulanan pembayaran rekening air/listrik. Orang tua dilibatkan sebagai sumber informasi yang dimintai pendapatnya tentang cara mengoptimalkan penggunaan energy di rumah, pelestarian “Taru”. Peran guru dan orang tua memang mendasar dalam mendukung proses anak belajar di rumah. Keduanya mesti membangun kolaborasi demi memaksimalkan kegiatan belajar anak. Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan belajar daring tersebut. Sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam menemani anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah akan bermanfaat dan bermakna.

4. Menanamkan pendidikan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila berdasarkan konsep budaya Bali, yaitu Tri Hita Karana. Hal ini terlihat dari jurnal kebaikan yang dilakukan sehari-hari dimana pelibatan orang tua juga dilakukan ketika mengomentari kegiatan anaknya. Hal baik yang dilakukan seperti melakukan persembahyangan (Parahyangan), membantu orang tua di rumah seperti menyapu, menyetrika dll (pawongan), dan membersihkan lingkungan (Pawongan). Hal tersebut menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) bagi peserta didik dalam menanamkan budhi dan pekerti. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidik wajib menuntun lakunya peserta didik, yang meliputi budhi dan pekerti.

5.  Penerapan model PJBL disisipkan dengan pemberian materi secara kontekstual sesuai kehidupan nyata di Bali. Seperti konsep kearifan lokal perayaan Nyepi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menciptakan keheningan (ning), perubahan energi yang terjadi pada rindik, gong, obor dan konsep subak sebagai upaya pengoptimalan energi air dalam sistem pengairan di Bali menciptakan renungan (nung) dalam upaya melestarikan budaya local Bali sebagai kodrat alam (budaya tempatnya anak tumbuh)

 

1.4   REFLEKSI AKSI NYATA

Hal baik yang di dapat dari aksi nyata merdeka belajar berbasis Tri Hita Karana tersebut adalah perlahan mengubah mind set penulis tentang pola pengajaran guru. Jika awalnya penulis selalu memberikan tugas melalui instruksi sekarang lebih diupayakan memberikan tuntunan tanpa melepaskan. Kesepakatan di awal pembelajaran diperlukan untuk menggali potensi peserta didik. Dari tuntunan tersebut akan tercipta kreativitas peserta didik sesuai potensi yang dimilikinya. Tugas pendidik menuntun secara relevan dan kontekstual mewujudkan murid merdeka sesuai kodratnya sendiri. Hal tersebut menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung) bagi peserta didik dalam menanamkan budhi dan pekerti.

Kendala yang dialami, yaitu sulitnya menuntun peserta didik dalam kondisi belajar daring. Solusi yang dilakukan, yaitu karena tidak dapat bertatap muka secara langsung, pendidik harus ekstra sabar dalam memberikan tuntunan. Kendala dalam pelaksanaan belajar dari rumah diikhlaskan untuk tujuan menghamba pada murid di tengah pandemi.


1.5  RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG

Kedepannya penulis akan menularkan hal-hal baik yang sudah dilakukan terkait penerapan merdeka belajar kepada rekan-rekan guru di sekolah. Secara berkala pada waktu rapat, seluruh guru diajak untuk melakukan refleksi tentang praktik baiknya mengajar. Sehingga dari refleksi tersebut akan muncul keberhasilan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Keberhasilan yang dialami guru akan menjadi kekuatan bagi sekolah untuk meningkatkan layanannya kepada peserta didik.


1.6  DOKUMENTASI KEGIATAN

Berikut ini merupakan dokumentasi kegiatan pembelajaran IPA melalui Debar Tikar. Klik masing-masing gambar supaya lebih jelas

















Minggu, 22 November 2020

Upacara Bendera yang Berpihak pada Murid dan Dinantikan

 

Modul 1.3.a.7
Demonstrasi Kontekstual - Menerapkan Inkuiri Apresiatif



Kamis, 19 November 2020

AKSI NYATA MERDEKA BELAJAR GURU PENGGERAK

 
KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PENDAMPINGAN ORANG TUA  MELALUI  TEKNIK WAWANCARA SERTA PENGUMPULAN JURNAL KEBAIKAN
BERLANDASKAN TRI HITA KARANA
 

Oleh:

Nyoman Sri Darmayanti, S.Pd

Calon Guru Penggerak Kabupaten Karangasem

 

1.1 LATAR BELAKANG

Sejak merebaknya Coronavirus Disease (COVID-19), proses belajar mengajar di sekolah dihentikan dan diganti belajar dari rumah. Guru berupaya menghadirkan pembelajaran dalam jaringan (daring) yang dapat diakses peserta didik dari rumah masing-masing. Memang bukan hal mudah mengkondisikan anak belajar di rumah, apalagi menciptakan proses pembelajaran daring yang menarik, bermakna, dan menyenangkan.

Selain kreativitas dan inovasi pembelajaran online dari guru, salah satu syarat utama agar belajar dari rumah bisa maksimal adalah kemandirian peserta didik dalam belajar. Belajar dari rumah secara daring menjadi saat yang berharga untuk melatih anak mengembangkan  karakter sesuai profil pelajar Pancasila, yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, (2) berkebinekaan global, (3) bergotong royong, (4) mandiri, (5) bernalar kritis dan (6) kreatif. Untuk mewujudkan profil pelajar pancasila, guru dapat berinovasi dengan mengintegrasikan budaya masyarakat Bali yang dikenal dengan Tri Hita Karana dalam pembelajaran.

Masyarakat Bali memegang teguh konsep Tri Hita Karana dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri Hita Karana terdiri dari: Parahyangan yaitu hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya, dan Palemahan artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Konsep Tri Hita Karana dapat diterapkan anak ketika belajar dari rumah dengan mendokumentasikannya dalam jurnal. Kebaikan-kebaikan yang telah dilakukannya sehari-hari dicatat dengan jujur untuk membiasakan peserta didik berkegiatan positif di rumah.

Guna menjalankan peran sebagai pemimpin dalam pembelajaran yang berpihak pada murid, mandiri, inovatif, reflektif, dan kolaboratif guru penggerak dapat mengembangkan salah satu kompetensinya, yaitu melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar bagi anaknya di rumah.

Peran guru penggerak mewujudkan merdeka belajar dengan melibatkan pendampingan orang tua melatar belakangi penulis merancang aksi nyata di kelas VII SMP Negeri Satap Sangkan Gunung dengan judul “Kemandirian Belajar dan Pendampingan Orang Tua Melalui Teknik Wawancara serta Jurnal Kebaikan Berlandaskan Tri Hita Karana”.


1.2 DESKRIPSI AKSI NYATA

Guna mewujudkan merdeka belajar yang berpihak pada murid. Hal pertama yang penulis lakukan adalah membuat analisis diagnosis nonkognitif awal tentang pembelajaran menyenangkan yang diharapkan anak dan menyepakati adanya pelibatan orang tua di dalam pembelajaran. Diagnosis di awal pembelajaran ini dilakukan dengan membuat form melalui platform Google Form seperti pada gambar berikut.

* Klik gambar supaya lebih jelas

Setelah meninjau hasil form yang diisi oleh peserta didik kelas VII disepakati adanya pelibatan orang tua dalam pembelajaran pada materi energi dan perubahannya. Dimana teknik yang dilakukan adalah orang tua peserta didik menjadi narasumber yang diwawancarai tentang pemakaian energi listrik/air di rumahnya dengan mengacu pada rekening listrik bulanan keluarga kemudian membuat hasil laporan wawancara. Sebagai upaya memacu kreativitas peserta didik dalam berkarya diberikan kebebasan tugas proyek berupa himbauan untuk menghemat sumber-sumber energi. Proyek dapat berupa artikel, poster, atau video. Jadwal pengumpulan disepakati waktunya dengan mendiskusikannya pada grup WA kelas.

Berdasarkan analisis nokognitif tersebut, dengan memperhatikan jawaban-jawaban terkait gaya belajar menyenangkan yang diharapkan peserta didik, pembelajaran dirancang menggunakan sintaks model Project Based Learning (PJBL) dengan mengintegrasikan sains lokal Bali pada tahap apersepsi dan penguatan konsep dengan memberikan contoh situasi dunia nyata peserta didik (konsep kenal lebih sayang).

Upaya membiasakan karakter positif bagi anak-anak sekalipun dalam situasi belajar dari rumah dilakukan dengan jurnal kebaikan berlandaskan Tri Hita Karana. Berhubung situasi Pandemi saat ini, pemberian instruksi, pengumpulan jurnal, serta pemberian feedback dilakukan berbantuan platform Google Classroom. Anak-anak akan mengumpulkan jurnal yang divalidasi orang tua sebagai mitra penting sekolah dalam membangun karakater positif anak. Pengumpulan jurnal ini disertai tiga foto aktivitas positif berkaitan dengan kegiatan Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Tentunya harus sinkron dengan apa yang tertulis di jurnal. Penulisan dilakukan dalam satu minggu. Sinergi antara wali kelas dan orang tua untuk mengecek jurnal anak setiap harinya sangat berperan dari suksesnya program edukasi ini. Peserta didik kelas VII saat memasuki Tahun Pelajaran 2020/2021 ini belum mengenal tentang Jurnal Kebaikan, maka disiapkan sesi khusus pada sesi vicon. dan selanjutnya diberikan instruksi awal juga pada Google Classroom seperti gambar berikut.

*Klik gambar supaya lebih jelas


1.3 HASIL AKSI NYATA

Hasil yang diperoleh dari aksi nyata “Kemandirian Belajar dan Pendampingan Orang Tua Melalui Teknik Wawancara serta Jurnal Kebaikan Berlandaskan Tri Hita Karana”.

dapat dipaparkan sebagai berikut.

1.      Guru dapat mengembangkan inovasi pembelajaran yang berpihak pada murid sebagai tujuan merdeka belajar. Keberpihakan yang dimaksud adalah mengubah instruksi menjadi kesepakatan-kesepakatan berdasarkan gaya belajar yang diinginkan peserta didik. Penekanan merdeka belajar pada kesanggupan untuk melibatkan orang tua sebagai sumber belajar dirumah, inovasi karya berdasarkan potensi yang dimiliki, dan kebebasan berpendapat saat mempresentasikan hasil karya dalam vicon.

2.      Kolaborasi antara guru dan orang tua terlihat dalam wawancara terkait pengeluaran bulanan pembayaran rekening air/listrik. Orang tua dilibatkan sebagai sumber informasi yang dimintai pendapatnya tentang cara mengoptimalkan penggunaan energy di rumah. Peran guru dan orang tua memang mendasar dalam mendukung proses anak belajar di rumah. Keduanya mesti membangun kolaborasi demi memaksimalkan kegiatan belajar anak. Kreativitas guru dalam menghadirkan pembelajaran daring yang menarik dan menyenangkan akan sangat menentukan besarnya atensi siswa terhadap kegiatan belajar daring tersebut. Sedangkan pendampingan dan keaktifan orang tua dalam menemai anak akan menentukan sejauh mana kegiatan belajar di rumah akan bermanfaat dan bermakna.

3.      Menanamkan pendidikan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila berdasarkan konsep budaya Bali, yaitu Tri Hita Karana. Hal ini terlihat dari jurnal kebaikan yang dilakukan sehari-hari dimana pelibatan orang tua juga dilakukan ketika mengomentari kegiatan anaknya. Hal baik yang dilakukan seperti melakukan persembahyangan (Parahyangan), membantu orang tua di rumah seperti menyapu, menyetrika dll (pawongan), dan membersihkan lingkungan (Pawongan)

4.      Memberikan kebebasan peserta didik untuk berkarya sesuai minatnya dalam upaya menghemat energi. Ada yang mengumpulkan poster, ada artikel, ada pula yang mengumpulkan video. Tugas yang terkumpul sesuai potensi mereka.

5.      Peserta didik dilatih kemandiriannya saat mengerjakan tugas proyeknya dengan mencurahkan segala potensi yang dimiliki, mencari informasi dari berbagai literatur seperti buku, video youtube, ataupun searching pada Google

6.      Penerapan model PBJL disisipkan dengan pemberian materi secara kontekstual sesuai kehidupan nyata di Bali. Seperti konsep kearifan lokal perayaan Nyepi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, perubahan energi yang terjadi pada rindik, gong, obor dan konsep subak sebagai upaya pengoptimalan energi air dalam sistem pengairan di Bali.

 

1.4   REFLEKSI AKSI NYATA

Hal baik yang di dapat dari aksi nyata mewujudkan merdeka belajar tersebut adalah perlahan mengubah mind set penulis tentang pola pengajaran guru. Jika awalnya penulis selalu memberikan tugas melalui instruksi sekarang lebih diupayakan memberikan tuntunan tanpa melepaskan. Kesepakatan di awal pembelajaran diperlukan untuk menggali potensi peserta didik. Kemandirian akan terbentuk jika guru mampu mengarahkan peserta didik menuju kemandiriannya. Dari tuntunan tersebut akan tercipta kreativitas peserta didik sesuai potensi yang dimilikinya. Pelibatan orang tua sebagai sumber belajar mendapat apresiasi positif dari orang tua yang terlihat dari komentar orang tua pada jurnal kebaikan.

Kendala yang dialami, yaitu beberapa anak sering bertanya secara terus menerus tentang tugasnya satu persatu melalui WA pribadi. Karena pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, maka kesulitan komunikasi memang menjadi tantangan segenap pihak. Tuntunan dan kesabaran guru diperlukan sebagai solusi permasalahan tersebut

 

1.5  RENCANA PERBAIKAN DI MASA MENDATANG

Kedepannya penulis akan menularkan hal-hal baik yang sudah dilakukan terkait penerapan merdeka belajar kepada rekan-rekan guru di sekolah. Secara berkala pada waktu rapat, seluruh guru diajak untuk melakukan refleksi tentang praktik baiknya mengajar. Sehingga dari refleksi tersebut akan muncul keberhasilan dan kelemahan yang perlu diperbaiki. Keberhasilan yang dialami guru akan menjadi kekuatan bagi sekolah untuk meningkatkan layanannya kepada peserta didik.

 

1.6  DOKUMENTASI KEGIATAN

* Klik Gambar supaya lebih jelas